WARNA-WARNI

Komnas Perempuan: Ada 299.911 Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan pada 2020

Ilustrasi kekerasan terhadap perempuan. (Dok. Pixabay)
Ilustrasi kekerasan terhadap perempuan. (Dok. Pixabay)


JAKARTA - Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan (KtP) yang dilaporkan pada 2020 turun sebesar 31 persen. Namun, fenomena tersebut bukan karena berkurangnya kasus kekerasan terhadap perempuan.

"Sejalan dengan hasil survei Komnas Perempuan tentang dinamika KtP di masa pandemi, penurunan jumlah kasus disebabkan korban tidak berani melapor karena dekat dengan pelaku selama masa pandemi (PSBB), korban cenderung mengadu pada keluarga atau diam, persoalan literasi teknologi dan model layanan pengaduan yang belum siap dengan kondisi pandemi (belum beradaptasi merubah pengaduan menjadi daring). Sebagai contoh di masa pandemi, pengadilan agama membatasi layanannya, serta membatasi proses persidangan," demikian diungkapkan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dalam Catatan Tahunan Kekerasan terhadap Perempuan Tahun 2020.

Ada 299.911 kasus kekerasan terhadap perempuan pada 2020. Data tersebut dihimpun dari tiga sumber, yaitu PN/Pengadilan Agama sejumlah 291.677 kasus, Lembaga layanan mitra Komnas Perempuan sejumlah 8.234 kasus dan dari Unit Pelayanan dan Rujukan (UPR) sebanyak 2.389 kasus, dengan catatan 2.134 kasus merupakan kasus berbasis gender dan 255 kasus di antaranya adalah kasus tidak berbasis gender atau memberikan informasi. 

UPR adalah unit yang dibentuk oleh Komnas Perempuan, untuk menerima pengaduan langsung korban, 

Komnas Perempuan mencatat bahwa di tengah pandemi lembaga layanan nonpemerintah atau lembaga layanan dari masyarakat sipil lebih banyak didatangi daripada lembaga layanan pemerintah. Hal tersebut disinyalir karena lembaga layanan nonpemerintah selama masa pandemi lebih bisa menyesuaikan diri menghadapi perubahan sistem layanan yang ada serta memiliki fleksibilitas waktu dalam pelayanan.


Berdasarkan data-data yang terkumpul dari lembaga layanan/formulir pendataan Komnas Perempuan, jenis kekerasan terhadap perempuan yang paling menonjol terjadi di ranah pribadi, yaitu KDRT dan relasi personal sebanyak 79 persen atau 6.480 kasus. 

Kekerasan terhadap istri (KTI) menempati peringkat pertama dengan 3.221 kasus (49 persen), disusul kekerasan dalam pacaran 1.309 kasus (20 persen) dan kekerasan terhadap anak perempuan sebanyak 954 kasus (14 persen). Sisanya adalah kekerasan oleh mantan suami, mantan pacar, serta kekerasan terhadap pekerja rumah tangga.

KtP berikutnya adalah di ranah komunitas/publik sebesar 21 persen (1.731 kasus) dengan kasus paling menonjol adalah kekerasan seksual sebesar 962 kasus (55 persen) yang terdiri dari dari pencabulan (166 kasus), perkosaan (229 kasus), pelecehan seksual (181 kasus), persetubuhan sebanyak 5 kasus dan sisanya adalah percobaan perkosaan dan kekerasan seksual lain. Istilah pencabulan masih digunakan oleh Kepolisian dan Pengadilan karena merupakan dasar hukum pasal-pasal dalam KUHP untuk menjerat pelaku.

Berikutnya adalah ktp di ranah yang pelakunya adalah negara. Kasus-kasus yang dilaporkan sejumlah 23 kasus (0.1 persen). Data berasal dari LSM sebanyak 20 kasus, Women's Crisis Center (WCC) dua kasus dan satu kasus dari UPPA (unit di Kepolisian). Kekerasan di ranah negara antara lain adalah enam kasus perempuan berhadapan dengan hukum, dua kasus kekerasan terkait penggusuran, dua kasus kebijakan diskriminatif, dan kasus dalam konteks tahanan serta serupa tahanan 10 kasus serta satu kasus dengan pelaku pejabat publik.

Catatan Tahunan Komnas Perempuan menggambarkan beragam spektrum kekerasan terhadap perempuan yang terjadi sepanjang tahun 2020 dan terdapat kasus-kasus tertinggi dalam pola baru yang cukup ekstrem, di antaranya, meningkatnya angka dispensasi pernikahan (perkawinan anak) sebesar tiga kali lipat yang tidak terpengaruh oleh situasi pandemi, yaitu dari 23.126 kasus pada 2019 menjadi 64.211 kasus pada 2020. Demikian pula angka kasus kekerasan berbasis gender siber (ruang online/daring) atau disingkat KBGS yang dilaporkan langsung ke Komnas Perempuan yaitu dari 241 kasus pada 2019 naik menjadi 940 kasus pada 2020. 

Ada hal yang berbeda dengan kasus inses. Meskipun jauh menurun pada 2020, yaitu sebesar 215 kasus dari tahun sebelumnya 822 kasus, tetap perlu menjadi perhatian besar karena secara berturut-turut kasus ini muncul sejak tahun 2016 mengingat sebelumnya tidak ada. Perhatian tersebut diperlukan melihat pelaku inses terbesar adalah ayah kandung sebesar 165 orang. 

Kasus inses adalah kekerasan seksual yang berat, di mana korban akan mengalami ketidakberdayaan karena harus berhadapan dengan ayah atau keluarga sendiri, kekhawatiran menyebabkan perpecahan perkawinan/konflik, sehingga umumnya baru diketahui setelah inses berlangsung lama atau terjadi kehamilan yang tidak dikehendaki. Kerentanan perempuan menjadi korban inses, akan semakin berlapis ketika mereka berusia anak atau penyandang disabilitas yang memiliki hambatan untuk mengomunikasikan apa yang telah terjadi terhadapnya.

Demikian pula dengan marital rape sebesar 57 kasus yang menurun dibanding tahun lalu yang mencapai 100 kasus. Kondisi ini boleh jadi disebabkan oleh pandemi CORONA-19, di mana korban dalam lingkungan keluarga sulit melaporkan dikarenakan kebijakan pembatasan sosial berskala besar menyebabkan korban dan pelaku sama-sama berada di rumah serta kesulitan melakukan pengaduan dan mengakses layanan.

Catatan lain Komnas Perempuan adalah, kasus-kasus dalam ranah pribadi maupun komunitas yang berkaitan dengan kekerasan terhadap perempuan masih banyak yang diselesaikan dengan jalur nonhukum, termasuk oleh lembaga layanan pendampingan hukum. Kedua, dalam hal sistem rujukan yang diterapkan Komnas Perempuan, permintaan terbanyak dari korban adalah pentingnya bantuan hukum, bantuan psikis, medis dan rumah aman. 

Ketiga, sumber daya terendah di lembaga layanan adalah psikolog dan tenaga medis serta polisi perempuan. Ketiganya menjadi hal yang sangat penting bagi proses penanganan korban, sementara yang ditemukan jumlahnya sangatlah kurang. Dalam hal fasilitas, paling minim adalah ruang khusus pemeriksaan serta rumah aman. Keduanya sangat dibutuhkan korban yang membutuhkan privasi dan penyelamatan diri dalam proses penanganan korban.

Meskipun tercatat terjadi penurunan pengaduan korban ke berbagai lembaga layanan di masa pandemi dengan sejumlah kendala sistem dan pembatasan sosial, Komnas Perempuan justru mencatat menerima kenaikan pengaduan langsung pada 2020, yaitu sebesar 2.389 kasus dibanding tahun sebelumnya 1.419 kasus. Dengan demikian terdapat peningkatan pengaduan 970 kasus pada 2020.

Komnas Perempuan bukanlah lembaga yang memiliki kewenangan menangani kasus, tetapi menjadi ekspektasi masyarakat sebagai lembaga yang dipercaya untuk mengadukan kekerasan yang dialaminya. Format pengaduan di Komnas Perempuan telah diganti dalam bentuk aplikasi form online, yang mempermudah korban yang melek teknologi langsung mengadu tanpa harus datang ke kantor. Arus pengaduan melalui aplikasi form online ini menjadi pengalaman pertama Komnas Perempuan di tengah pandemi pada 2020.

Editor: