JAKARTA - Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyoroti persiapan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas di DKI Jakarta.
Sebanyak 610 sekolah termasuk madrasah sudah memulai PTM sejak 30 Agustus 2021. Pemprov DKI Jakarta rencananya akan memulai PTM terhadap 1.500 sekolah pada 27 September nanti.
Sekretaris P2G DKI Jakarta, Abdul Rahman, mengatakan, aspek positivity rate di Jakarta memang sudah berada di bawah 5 persen, sebagaimana rekomendasi WHO. Kemudian aspek vaksinasi guru dan pelajar usia 12-17 tahun sudah lebih dari 80 persen, jauh di atas rata-rata vaksinasi guru dan pelajar nasional. Untuk itu, P2G terus mendorong agar vaksinasi anak segera dituntaskan.
"Vaksinasi pelajar 12-17 tahun di DKI Jakarta sudah di atas 85 persen, termasuk guru, ini data awal September. Di sisi lain, positivity rate harian Jakarta juga sudah di bawah lima persen. Relatif aman menurut rekomendasi WHO," katanya melalui siaran pers, Minggu (19/9/2021).
P2G DKI Jakarta menilai, ibu kota relatif lebih siap melaksanakan PTM terbatas. Tentu dengan pengawasan ketat termasuk sepulang sekolah oleh aparat atau Satpol PP. Terpenting juga adalah teladan disiplin protokol kesehatan dari guru di sekolah, orang tua di rumah dan masyarakat.
Rahman menjelaskan, Mendikbudristek, Nadiem Makarim, berulang kali mengatakan jika vaksinasi pelajar 12-17 tahun bukan syarat sekolah memulai PTM terbatas. Di sisi lain, Presiden, Joko Widodo, menekankan tuntasnya vaksinasi pelajar sebelum PTM terbatas dimulai. Dibandingkan Nadiem, sikap tegas Presiden memperlihatkan kehati-hatian dan keberpihakan pada kesehatan anak dan guru.
"Sayangnya capaian vaksinasi pelajar secara nasional masih 12,18 persen per 17 September 2021. Ya, sekarang mungkin ada kenaikan sedikit tapi di bawah 15 persen. Masih lambat rasanya. Sedangkan vaksinasi guru nasional sudah lebih dari 54 persen," tambah Rahman yang merupakan guru SMK.
Demi terlaksananya PTM di Jakarta, Dinas Pendidikan DKI Jakarta mewajibkan para guru, siswa dan orang tua untuk mengisi modul yang menjadi syarat agar sekolah tersebut bisa melakukan PTM terbatas.
Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri, menyayangkan bahwa pengisian modul-modul tersebut tidak berkorelasi dengan kebutuhan persiapan PTM.
Ada lima alasan P2G menolak cara Dinas Pendidikan DKI Jakarta mewajibkan para guru, siswa dan orang tua mengisi modul sebagai syarat dimulai PTM. Pertama, para guru, siswa dan orang tua di Jakarta diwajibkan mengisi sebanyak 11 modul yang dibuat oleh salah satu perusahaan platform pembelajaran swasta, sebagai syarat PTM.
"Dari semua kolom modul-modul yang kami isi banyak pertanyaan yang tidak relevan dengan persiapan PTM terbatas. Kami justru mempertanyakan apa mandat yang dimiliki platform perusahaan swasta tersebut untuk terlibat dalam persiapan PTM di Jakarta. Padahal yang kami butuhkan adalah persiapan teknis dan pelatihan pembukaan sekolah atau PTM terbatas, bukan malah mengisi modul seabrek," beber Iman.
Kedua, P2G mengkhawatirkan perlindungan data pribadi. Ketika semua guru, siswa, dan orang tua mengisi modul tersebut maka harus terlebih dahulu registrasi dengan nomor telepon yang langsung terhubung ke perusahaan platform pembelajaran swasta. Bahkan mereka diwajibkan untuk mengunduh aplikasi perusahaan platform pembelajaran tersebut.
"Kami mengkhawatirkan keamanan data guru, siswa dan orang tua. Sebab mereka wajib memberikan data email dan nomor telepon pribadi," Dewan Pakar P2G, Suparno Sastro, mempertanyakan.
Seperti diketahui, Dinas Pendidikan DKI Jakarta bermitra dengan perusahaan platform belajar bernama Sekolah.mu. Platform tersebut didirikan oleh Najeela Shihab yang sudah malang melintang di dunia pendidikan. Ia merupakan pendiri Sekolah Cikal yang dianggap pelopor slogan Merdeka Belajar.
P2G menghitung terdapat 11 modul yang wajib diisi, berisi konsep yang tidak berkaitan dengan persiapan PTM terbatas di Jakarta.
"Padahal pengisian modul ini adalah persiapan syarat untuk PTM. Meskipun materi persiapan PTM memang diberikan namun porsinya lebih sedikit dibandingkan promosi platform tersebut untuk memperkenalkan paket pembelajaran mereka," ujar Iman.
Iman yang merupakan guru SMA Islam Al Azhar 2 Jakarta menambahkan, P2G mendapatkan keluhan dari para guru, siswa dan orang tua yang sangat kerepotan. Karena merasa dipaksa oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta dan sekolah untuk menonton setiap video yang terdapat dalam modul.
Laporan yang diterima P2G, banyak guru sangat terganggu waktunya dalam proses pembelajaran karena disibukkan mengisi 11 modul tersebut. Termasuk para orang tua siswa yang dimobilisasi pihak sekolah diwajibkan juga mengisi modul. Namun, mereka takut menyampaikan langsung ke pihak sekolah dan Dinas Pendidikan DKI Jakarta.
Selain itu, pengerjaan tiap modul cukup lama yakni berdurasi sekitar 2-3 jam. Bayangkan harus mengisi 11 modul. Lalu bagi guru, siswa dan orang tua yang sudah tuntas mengisi maka berhak mendapatkan sertifikat resmi setara 32 jam pelajaran.
"Apa hubungannya modul dengan kompetensi guru dan kesiapan sekolah dalam PTM? Apa hubungan modul dengan kesiapan sarana-prasarana prokes di sekolah? Yang terjadi justru sekolah terdorong mengakali agar guru, siswa, dan orang tua menjawab pertanyaan di modul itu benar semua, lalu dapat nilai 100 dan sertifikat. Bocoran jawaban modul juga sudah tersebar kok di seluruh sekolah DKI Jakarta. Nah, ini kan namanya ngajarin guru, anak dan orang tua nggak benar," jelas Iman.
Ketiga, P2G menilai skema kerja sama Dinas Pendidikan DKI Jakarta yang menyerahkan sebagian syarat pembukaan PTM ke salah satu perusahaan platform pembelajaran patut diduga sarat muatan bisnis. P2G mendapatkan laporan bahwa platform tersebut juga memberikan pertanyaan yang di luar konteks kepada guru, siswa dan orang tua. P2G menemukan beberapa formulir yang mengganjal. Misalnya, siswa diintruksikan mengisi formulir club member yang kolomnya merupakan pertanyaan data pribadi. Lalu siswa diarahkan untuk mengenal paket-paket pendidikan komersil yang sejatinya tak ada kaitan dengan persiapan PTM.
"Alih-alih menyiapkan PTM terbatas, Dinas Pendidikan DKI Jakarta malah memberikan ruang praktik komersialisasi terselubung dengan memberikan otoritas asesmen pembukaan sekolah kepada salah satu perusahaan pembelajaran digital," ucap Iman.
Keempat, pengisian modul berpotensi melanggar hak kekayaan intelektual guru dan sekolah. Dalam pengisian modul PTM tersebut mewajibkan guru memberikan uraian berbentuk dokumen produk guru berkaitan dengan rancangan, strategi dan best practise pembelajaran yang dilakukan oleh guru.
"Padahal dokumen semacam itu merupakan kekayaan intelektual guru. Nah, apa hak perusahaan flatform swasta ini mengumpulkan data pribadi dan karya produk guru," cetus Iman.
P2G mempertanyakan kemitraan Dinas Pendidikan DKI Jakarta dengan perusahaan platform pembelajaran swasta tersebut. Sebab sekolah, guru, siswa dan orang tua menyerahkan semua data pribadi mereka langsung kepada perusahaan, bukan kepada dinas pendidikan. Dikhawatirkan data-data pribadi guru, siswa dan orang tua berpotensi disalahgunakan, bahkan dipakai untuk kepentingan bisnis perusahaan tersebut.
Kelima, verifikasi faktual PTM terbatas. Sejauh ini, P2G belum melihat asesmen yang dilakukan dengan verifikasi faktual ke lapangan, turun langsung ke sekolah-sekolah oleh tim dari Pemprov DKI Jakarta. Target Dinas Pendidikan DKI Jakarta akan membuka 1.500 sekolah pada akhir September agaknya terlalu obsesif dan risiko membahayakan. Mengingat asesmen penentuan sekolah layak atau tidak memulai PTM bukan dilakukan tim Pemprov DKI Jakarta yang langsung terjun ke sekolah-sekolah melainkan disubkontrakkan kepada perusahaan platform pembelajaran digital dengan metode mengisi modul-modul yang tidak relevan dengan PTM.
Yang juga disayangkan, perusahaan platform pembelajaran ini dalam modulnya hanya memberikan pemahaman tentang blended learning bagi guru dan siswa tapi tidak mempertimbangkan fasilitas yang dimiliki oleh sekolah dalam implementasinya.
"Pelatihan blended learning dipelajari secara mandiri dengan membaca tayangan power point dan membuka link-link video, ya mirip-mirip pelatihan Kartu Prakerja. Jadi, tidak ada pelatihan dengan penjelasan langsung, tidak ada dialog dengan instruktur yang sebenarnya dibutuhkan guru," pungkas Abdul Rahman.
Fakta yang juga menyedihkan bahwa dalam hal asesmen modul ada kastanisasi sekolah dari hasil asesmen pengisian modul. Mulai dari level terendah yaitu pemula lalu penggagas, perintis, penuntas, pendobrak dan sampai dengan kasta tertinggi yakni penggerak. Namun, kastanisasi sekolah penyelenggara PTM hanya diukur melalui seberapa banyak warga sekolah, guru tuntas mengisi modul-modul tersebut, termasuk orang tua dan siswa. Alhasil, sekolah memobilisasi sebanyak-banyaknya guru, orang tua dan siswa agar tuntas mengisi modul. Makin banyak modul dijawab, peluang sekolah mendapatkan status level penggerak makin besar dan dengan nilai 100 persen yang akhirnya sekolah dinyatakan berhak memulai PTM.
"Sungguh terlalu, di masa pandemi sekarang, ekosistem sekolah masih dibayangi ancaman COVID-19, rencana dinas pendidikan membuka sekolah bukan melalui asesmen kesiapan sekolah melalui verifikasi faktual yang objektif ke sekolah tetapi malah menyerahkan asesmen kepada perusahaan platform pembelajaran digital yang jelas saja orientasinya bisnis," jelas Iman.
Untuk itu, P2G mendesak Gubernur Anies Baswedan menghentikan model asesmen PTM yang merugikan guru, anak didik dan orang tua siswa. Akan ada 1.500 sekolah di Jakarta dibuka dengan metode asesmen yang tidak relevan. Sebab pemerintah provinsi tidak menilai langsung ke sekolah secara faktual dan objektif. Kemudian bagaimana kesiapan infrastruktur sarana prasarana sekolah, pemenuhan daftar periksa, kurikulum, SOP sekolah, data warga sekolah yang komorbid serta kesiapan orang tua plus siswa.
Editor: Wahyu Sabda Kuncahyo
Komentar