JAKARTA – Dunia politik nasional kehilangan Max Sopacua. Sebelum terjun ke politik, pria kelahiran Ambon, 2 Maret 1946 ini lebih terkenal sebagai penyiar berita olahraga di TVRI era 1980-an.
Pada tahun 1990, Max aktif di organisasi Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) hingga 2001. Tahun 2004 hingga 2014, Max menjabat sebagai Anggota DPR RI dua periode.
Dengan berbagai pengalamannya, Max ikut mendirikan Partai Demokrat dan ikut mengantar partai bentukan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu ke Pemilu pertama kalinya pada 2004.
SBY mempercayakan jabatan strategis kepadanya, yaitu sebagai Wakil Sekertaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (Wasekjen DPP) hingga 2005.
Di kepengurusan di bawah Ketua Umum Hadi Utomo, Max ditunjuk sebaga Ketua DPP Bidang Pendidikan, Pemuda dan Kominfo.
Pada pemilu legislatif 2009, Max terpilih kembali menjadi anggota DPR untuk periode 2009-2014.
Sejalan dengan keberhasilannya sebagai wakil rakyat, pada kepengurusan Partai Demokrat periode 2010-2015, Max diangkat menjadi Wakil Ketua Umum II sekaligus menjabat sebagai Majelis Tinggi Partai Demokrat.
Setelah itu, Juni 2019, Max bersama sejumlah tokoh senior Partai Demokrat membentuk Gerakan Moral Penyelamat Partai Demokrat (GMPPD), mereka menyerukan agar diadakannya Kongres Luar Biasa (KLB) selambat-lambatnya pada 9 September 2019, dan menyebut Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) berpeluang menjadi ketua umum.
Seruan tersebut dilakukan karena mereka menilai perolehan suara partai pada Pemilu Legislatif 2019 menurun dibandingkan pemilu-pemilu sebelumnya.
Pada Desember 2020, Max menyatakan diri keluar dari Partai Demokrat karena merasa disingkirkan oleh AHY. Ia sempat bergabung ke Partai Era Masyarakat Sejahtera (Partai Emas) yang didirikan oleh Hasnaeni. Ia menyatakan mundur dari partai tersebut pada awal 2021 karena merasa tidak sejalan lagi.
Setelah keluar dari Partai Emas, Max kembali berpolitik di Partai Demokrat. Ia menjadi tokoh di kubu yang ingin menggelar Kongres Luar Biasa untuk menyingkirkan AHY.
KLB itu digelar di Deli Serdang, Sumatera Utara, dan memutuskan Moeldoko (Kepala Staf Kepresidenan) untuk menjabat ketua umum yang baru. Namun, kepengurusan Moeldoko dinyatakan ilegal oleh pemerintah pusat melalui keputusan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly.
Editor:
Komentar