JAKARTA - Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyampaikan bahwa selama ini tidak ada kebijakan pemerintah yang memihak kepada guru honorer. Sebab, sampai saat ini, tidak ada aturan tegas terkait penerimaan gaji minimum untuk guru honorer.
"Walaupun ada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2008 tentang guru, namun tidak disebutkan klausul minimum yang diterima oleh guru," kata Sekretaris P2G, Afdhal, kepada Info Indonesia, Kamis (25/11/2021).
Ia menyadari dengan mengajar di sekolah non profit dengan biaya Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) yang kecil maka gaji yang terima guru honorer dipastikan juga kecil.
"Nah, di sinilah peran negara. Harusnya negara memberikan bantuan dan subsidi terhadap guru honorer," ujarnya.
Perlu diingat, kata Afdhal, guru di sekolah swasta profit, sekolah negeri atau sekolah swasta non profit memiliki tugas yang sama yaitu mendidik anak bangsa. Beban tugas mengajarnya pun sama.
"Sama-sama melakukan tugas guru menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen. Lantas, mengapa hak yang diterimanya penuh dengan ketimpangan dan tidak mendapatkan kesejahteraan atas hak-haknya," ujarnya.
Padahal, pada momentum Hari Guru Nasional 2020 lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, berjanji akan menyejahterakan para guru honorer. Namun, setelah satu tahun berselang masih tetap terjadi ketimpangan yang terjadi.
Berdasarkan laporan jaringan P2G UMK buruh di Kabupaten Karawang sebesar Rp4,7 juta namun upah guru honorer SDN hanya Rp1,2 juta, UMP/UMK di Sumatera Barat Rp2,4 juta dan upah guru honorer jenjang SDN sekitar Rp500-800 ribu, di Kabupaten Aceh Timur bahkan ada yang hanya Rp400 ribu. Di Kabupaten Ende guru honorer SMKN sekitar Rp700-800 ribu. Di Kabupaten Blitar Rp400 ribu sampai Rp900 ribu, tergantung lama mengabdi.
"Jadi rata-rata upah di bawah satu juta per bulan, bahkan tak sampai Rp500 ribu," kata Afdhal.
Video Terkait:
Pak Sulaiman, Oemar Bakri dari Wamena
Komentar