POLHUKAM

KPK Terima Ribuan Laporan Penyimpangan Dana Desa

Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (ANTARA)
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (ANTARA)


JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat ada ribuan dugaan penyimpangan pengelolaan dana desa yang perlu ditindaklanjuti. Penyimpangan ini terungkap melalui laporan masyarakat dari seluruh wilayah Indonesia.

"Sejak peluncuran dana desa, banyak sekali laporan masyarakat yang disampaikan kepada KPK, ada ribuan laporan saya kira," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata seperti dikutip dari Antara, Rabu (1/12/2021).

Meski demikian, berdasarkan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, kepala desa bukan pejabat atau penyelenggara negara sehingga bukan kewenangan KPK untuk menindak. Menurut Alexander, laporan itu perlu tindak lanjut oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.

"Kami berkoordinasi dengan Kementerian Desa PDTT supaya laporan-laporan itu ditindak lanjuti paling tidak dilakukan klarifikasi. Jangan-jangan hanya calon kepala desa yang kalah kemudian melaporkan atau masyarakat yang kecewa terhadap layanan desa itu," jelasnya.

Namun, apabila laporan penyimpangan keuangan oleh kepala desa ada hubungan dengan penyelenggara, pejabat negara, atau aparat penegak hukum maka KPK dapat menindak.


"Seperti beberapa bulan lalu ketika KPK melakukan OTT bupati di Jawa Timur, ada 20 calon pelaksana tugas (Plt)) kades kita tindak, bayangkan untuk menjadi Plt kades saja mereka mau dan bersedia menyetor, pasti harapannya kalau nanti ditunjuk Plt ada sesuatu yang bisa diambil," katanya.

Alexander menjelaskan, rata-rata desa mengelola dana sebesar Rp1,6 miliar per tahun. Jika masa jabatan kepala desa enam tahun, maka potensi dana desa sekitar Rp9,6 miliar. Sehingga apabila kalau bisa mengambil 10 persen atau sekitar Rp900 juta masih untung dibanding pengeluaran ketika maju kepala desa sebesar Rp500 juta.

"Dana desa prinsipnya dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan oleh masyarakat desa sehingga dapat dibayangkan apa yang terjadi ketika kepala desa merangkap sebagai tokoh masyarakat, ketua suku, dan ketua adat, maka masyarakat takut semua mengawasi," terangnya.

Oleh karena itu, menurut dia, apakah harus dana desa itu dikucurkan secara tunai, namun dilihat terlebih dahulu kira-kira desa tersebut bisa tidak mengelola dana desa, kalau tidak siap, maka dapat membentuk program yang dibiayai dana desa dengan dilaksanakan pemda.

"Meski tidak ada jaminan tidak ada penyimpangan, tetapi paling tidak dengan adanya program itu akan jelas wujudnya, fisiknya, dan seterusnya. Ini yang perlu dipikirkan ke depan," katanya.

Editor: