JAKARTA - Pembangunan kepariwisataan di Indonesia perlu memperhatikan pengaplikasian tatanan ekosistem kepariwisataan dengan baik. Terlebih, di era atau situasi Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity (VUCA) saat ini, yang menggambarkan perubahan atau kerentanan, ketidakpastian, kompleksitas dan ambiguitas serta situasi pandemi COVID-19, yang menjadi salah satu tantangan besar bagi sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
Demikian disampaikan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno dalam peluncuran buku "Ekosistem Kepariwisataan", sebagaimana keterangan pers yang diterima wartawan, di Jakarta, Rabu (22/12/2021).
Buku yang ditulis oleh Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Berkelanjutan dan Konservasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Frans Teguh, dinilai akan berkontribusi besar pada pembangunan kepariwisataan Indonesia di era hingga pasca pandemi.
Selain itu, diharapkan pula buku ini dapat menjadi rujukan bagi para pemangku kepentingan pariwisata, khususnya pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam memformulasikan strategi, kebijakan, dan program pembangunan pariwisata.
Para dosen dan pengajar disebut dapat pula menjadikan buku ini sebagai referensi di jurusan pariwisata untuk memahami konsep serta pendekatan baru dalam pengembangan pariwisata di masa kini dan mendatang.
"Konsep dan pendekatan ekosistem kepariwisataan relevan dan kontekstual di tengah berbagai upaya memperkokoh inovasi, adaptasi, dan kolaborasi sekaligus menawarkan solusi dalam berbagai level of playing field dan kekuatan sektor parekraf menjadi pemenang pandemi," ujar Sandiaga.
Dalam bukunya, Frans Teguh menyampaikan beberapa gagasan seperti manajemen berbasis ekosistem kepariwisataan mengutamakan penguatan nilai manfaat produk (outstanding values proposition) dalam mengelola berbagai kesenjangan ekologis, sosial, teknologi, dan spiritual di tengah pusaran VUCA.
Transformasi ekosistem kepariwisataan, menurut dia, mengutamakan perubahan egosentris ke ekosentris, lintas dimensi, lintas disiplin, berdimensi jangka panjang, berpusat pada manusia, berpijak pada pengelolaan dan tata kelola yang adaptif dan dinamis, serta berorientasi nilai yang berkelanjutan.
"Kualitas tatanan ekosistem niscaya akan dapat menghindari bencana ekologis, denaturalisasi, dekadensi nilai/martabat, social distrust, dehumanisasi, komersialisasi, dan hegemoni masif seperti perubahan iklim yang ekstrem, kematian rantai nilai ekosistem dan disequilibrium," ujar dia.
Dikatakannya, fakta empiris menunjukkan kini terjadi suatu disrupsi, perubahan tren, perilaku, dan gaya hidup manusia pascapandemi, bahkan maraknya penggunaan media sosial di era pasca kebenaran (post truth).
Hal ini kemudian dianggap menjadi lanskap pemikiran ekosistem kepariwisataan menuju kualitas pengalaman holistik, reputasi, dan pilihan destinasi futuristik yang berkarakter dan bertanggung jawab.
Video Terkait:
Ganjar-Sandiaga Bisa Jadi Pemain Cadangan di Pilres 2024
Komentar