POLHUKAM

Obral Wakil Menteri, Bukan Balas Budi Melainkan Investasi

Ilustrasi. (Net)
Ilustrasi. (Net)


JAKARTA - Presiden Jokowi obral jabatan Wakil Menteri. Sejauh ini sudah 24 orang wakil menteri alias Wamen yang dilantik presiden, sementara sembilan kursi lain masih kosong.

Melihat konteks waktu sisa pemerintahannya, bagi-bagi kursi ini bukan lagi soal balas budi. Ada kepentingan jangka panjang Jokowi yang masih jadi misteri. Pekan lalu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi PKB, Luqman Hakim, mengeluarkan komentar yang memancing rasa penasaran. Ia heran, di tengah masa bakti Jokowi di periode kedua yang tinggal 2,5 tahun lagi, masih ada banyak kursi empuk kosong belum terisi koalisi.

"Kemudian, jika dukungan politik makin kuat kepada Presiden Jokowi di periode kedua ini, apakah ada rencana politik jangka panjang yang hendak dicapai Presiden Jokowi? Wallahualam, hanya Allah dan Pak Jokowi yang tahu," kata Luqman, Rabu (5/1/2022).

Jabatan Wamen terakhir yang diputuskan Jokowi adalah Wakil Menteri Sosial dan Wakil Menteri Dalam Negeri. Keduanya ditetapkan lewat Perpres 110/2021 dan Perpres 114/2021. Wasekjen PKB ini turut mempertanyakan tujuan pos Wamendagri. Kata Luqman, apakah pengaturan wamen semata-mata dalam rangka memperkuat kinerja masing-masing kementerian atau bagian dari kemungkinan akomodasi politik besar-besaran kepada berbagai kekuatan sosial politik pada reshuffle kebinet yang akan datang untuk memperkokoh dukungan politik presiden. Dia mengatakan, Jokowi sudah mengubah puluhan Perpres soal posisi Wamen. Luqman menduga, Perpres terkait posisi Wamendagri bukan yang terakhir.

"Tentu Presiden memiliki pertimbangan dan rencana matang dengan keputusan memberi jabatan wakil menteri pada banyak kementerian," ucapnya.


Peneliti senior Populi Center, Usep S Ahyar, menduga, investasi politik jangka panjang yang sedang dilakukan Jokowi terkait posisi Wamen yakni untuk mengakomodasi semua partai politik. Kata Usep, Jokowi mungkin ingin menanamkan pengaruhnya lebih dalam ke tubuh parpol.

"Padahal pemerintahan Jokowi hanya sampai 2024, saya kira sudah cukup konsolidasi politiknya. Mau melakukan konsolidasi dengan partai yang mana lagi? Kecuali di 2024 Jokowi mau dijadikan Godfather atau jadi penentu politik Tanah Air," kata Usep kepada Info Indonesia, Minggu (9/1/2022).

Ia tak yakin investasi politik jangka panjang Jokowi bertujuan memperpanjang masa jabatan atau memuluskan agenda berkuasa tiga periode. Menurut Usep, hal itu hampir dipastikan sudah tertutup untuk Jokowi. Namun, jika Jokowi berniat meninggalkan warisan yang baik dari masanya menjabat presiden, yang dilakukan seharusnya merampingkan birokrasi yang ada dengan cara mengefektifkan perangkat-perangkat birokrasi. 

"Itu investasi politik jangka panjang yang harusnya dilakukan Jokowi," kata dia. 

Menurut Usep, memperbanyak posisi Wamen di kabinet sama saja mempertontonkan praktik bagi-bagi jabatan yang menambah beban negara.

"Jadi intinya, jabatan wamen untuk mempengaruhi partai politik yang ada. Namun, walaupun Jokowi tidak mengakomodasi politik yang ada di luar pemerintahan, saya kira Jokowi akan tetap berpengaruh menetukan ke mana arah politik Istana ke depan," ujarnya.

Sementara itu, peneliti politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Jati, menilai, kekosongan sembilan kursi Wamen menunjukkan para menteri dan jajarannya sudah mampu bekerja sesuai target yang diberikan.

"Saya pikir kosongnya Wamen bukan semata mata investasi politik, namun lebih pada analisis prioritas kebutuhan. Adapun, pernyataan politikus PKB soal posisi jabatan Wamen adalah kepentingan politik jangka panjang Jokowi itu sebatas gimik politik," kata Wasisto.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, menilai, rezim hari ini sudah mengalami obesitas. Perihal kursi Wamen ini malah menunjukkan inkonsistensi Jokowi. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu semula mengaungkan revolusi birokrasi dan kabinet ramping, hingga muncul wacana pemangkasan jabatan eselon.

"Lalu hari ini muncul wacana penambahan Wamen, jelas sekali tidak sejalan antara ucapan dan implementasi," kata Dedi.

Dia tidak setuju dengan istilah kekosongan di sembilan pos Wamen. Sebab, tidak ada aturan yang mewajibkan pengisian jabatan Wamen. Namun, sangat disayangkan masalah ini menjadi polemik baru, dan Presiden malah terlihat menerapkan politik akomodatif dalam hal kekuasaan semata, bukan aspirasi publiknya.

"Tetapi sah saja karena memang hak presiden, meskipun akan membebani negara dan terlalu jauh jika wacana ini mengarah untuk memperpanjang periode jabatan," kata dia. 

Baginya, pembagian kursi Wamen bukan bagian dari rencana jangka panjang Jokowi.

"Semestinya, rencana jangka panjang Jokowi tertuang dalam gagasan dan dokumen sistematis, bukan memberikan atau menciptakan jabatan struktural baru," ucapnya.

Artikel selengkapnya bisa dibaca di Koran Info Indonesia.


Video Terkait:
Bocah Penyandang Disabilitas ini Trending Youtube
Editor: Wahyu Sabda Kuncahyo