DAMPAK erupsi Gunung Semeru dengan 10.000 pengungsi belum sepenuhnya tertangani. Kink banjir dan longsor menghantam Kota Jayapura, yang juga menyebabkan ribuan warga mengungsi.
Kala malapetaka alam melanda, bagaimana cara menyediakan makanan bagi para penyintas di tengah kesedihan dan berbagai kendala yang mengadang?
Bencana demi bencana yang terus menimpa penduduk dunia. Mendorong ratusan organisasi non-pemerintah dalam bidang kemanusiaan serta Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional membentuk gerakan di tahun 90-an dan menetapkan Sphere, standar umum yang berlaku internasional dalam menanggapi bencana.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat lebih dari 3000 bencana alam terjadi di Indonesia sepanjang 2021. Utamanya kejadian terkait iklim seperti banjir, cuaca ekstrem dan tanah longsor. Sejumlah bencana tersebut menyebabkan 8,5 juta warga menderita dan mengungsi.
Filosofi Sphere menganut paham bahwa mereka yang terkena dampak bencana atau konflik memiliki hak untuk hidup dengan bermartabat dan mendapatkan bantuan. Selain itu semua langkah yang memungkinkan harus diambil untuk meringankan penderitaan manusia akibat bencana atau konflik. Penyediaan makanan tercakup dalam empat bidang teknis Standar Sphere, yaitu penyediaan air, sanitasi dan promosi kebersihan; ketahanan pangan dan gizi; tempat tinggal dan permukiman; serta kesehatan.
Menurut Sphere, akses terhadap pangan dan pemeliharaan status gizi yang memadai merupakan hal penentu penting dalam kelangsungan hidup masyarakat yang selamat dari bencana. BNPB berpedoman, bantuan pangan diberikan dalam bentuk bahan makanan, atau masakan yang disediakan oleh dapur umum. Standar minimal bantuan meliputi bahan makanan berupa beras 400 gram per orang per hari atau bahan makanan pokok lainnya dan bahan lauk pauk. Makanan yang disediakan dapur umum berupa makanan siap saji, dua kali makan dalam sehari.
Hening Parlan, aktivis perubahan iklim dan pegiat kemanusiaan yang pernah menjadi Sekretaris Jenderal Masyarakat Penanggulangan Bencana mengatakan, sesama manusia pasti tergerak untuk membantu penyintas bencana. Ini perlu diakomodir, namun niat baik harus sejalan dengan standar nasional dan internasional. Pendapat Hening menjadi benang merah pada acara "Bincang Pangan dan Kuliner Bencana" yang diadakan Selasa lalu, dalam rangka penyerahan donasi "Peduli Bencana Erupsi Gunung Semeru" dari komunitas kuliner kepada Palang Merah Indonesia.
Yayasan Nusa Gastronomi Indonesia, Gerakan Untuk Indonesia, serta Seroja Bake mengadakan penggalangan dana melalui beberapa kegiatan, antara lain makan siang prasmanan, makan malam resmi, dan pengiriman bingkisan kuliner. Bahan-bahan makanan terbaik dipilih dari Kepulauan Nusantara, minim limbah, dan memakai kemasan ramah lingkungan. Inisiatif ini disambut baik oleh dr. Linda Lukitari, Ketua Unit Donor Darah Palang Merah Indonesia, dengan himbauan agar para penyintas bencana memperoleh makanan jadi yang sehat dan tidak selalu mi instan.
Febiliana Sari dan Ichil Salam dari MHF Kitchen, yang acapkali memasak di daerah bencana secara sukarela, mengatakan bahwa makanan yang disediakan untuk penyintas bencana harus disesuaikan dengan selera lokal. Dr. Puji Pujiono MSW, pakar yang berpengalaman lebih dari dua puluh lima tahun di ranah bencana nasional, regional, dan internasional, menyimpulkan acara yang dihadiri oleh praktisi kuliner dan pegiat bencana itu.
Memberi bantuan pada penyintas bencana, jelasnya, adalah "instant gratification," ketika para donatur langsung merasa senang, karena dapat berperan. Momentum ini harus menjadi motivasi untuk menindaklanjuti santunan terhadap penyintas bencana melalui berbagai sarana. Meneruskan kegiatan penggalangan dana sangat penting, dan dapat dilembagakan, sehingga kegiatan tidak hanya berhenti pada satu atau dua kejadian bencana. Memobilisasi jaringan kuliner seperti chef, pelaku UMKM, dan jaringan industri makanan, agar dapat bermitra dengan BNPB, PMI, maupun organisasi lainnya. Menggerakkan penelitian, pengembangan, inovasi dan keterampilan terkait pangan dan kuliner bencana sehingga dapat diperoleh makanan dengan rasa Nusantara yang baik dan tahan lama.
Sebagai penutup, Dr. Puji mendorong keterlibatan para pesohor, khususnya yang mempunyai jutaan penggemar di media sosial, dalam membantu meningkatkan literasi kebencanaan di Indonesia.
Amanda Katili Niode
(Direktur Climate Reality Indonesia)
Artikel ini juga dimuat di Koran Info Indonesia.
Editor: Wahyu Sabda Kuncahyo
Komentar