EKONOMI

Keran Ekspor Batu Bara Pelan-pelan Dibuka

Ilustrasi batu bara. (Net)
Ilustrasi batu bara. (Net)


JAKARTA - Keran ekspor batu bara, pelan-pelan kembali dibuka, setelah pasokan untuk PT PLN (Persero) membaik.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengungkapkan, kapal yang sudah memiliki muatan batu bara dan sudah dibayar pembeli, diizinkan untuk bisa diekspor pada Senin (10/1/2022).

"Per hari ini (kemairn, Red), melihat kondisi suplai PLN yang sudah jauh lebih baik, untuk 14 kapal yang sudah memiliki muatan penuh batu bara, dan sudah dibayar oleh pihak pembeli agar segera di-release (dilepas) untuk bisa ekspor," katanya.

Namun, jumlah kapal itu harus diverifikasi oleh Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM dan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Hubla) Kementerian Perhubungan. Demikian pula Badan Keamanan Laut (Bakamla) perlu melakukan pengawasan supaya jangan sampai ada kapal yang keluar di luar daftar yang sudah diverifikasi oleh Ditjen Minerba dan Ditjen Hubla.

"Untuk tongkang-tongkang yang memuat batu bara untuk ekspor, tetap diarahkan untuk memenuhi kebutuhan PLTU-PLTU yang masih membutuhkan suplai. Jadi belum diperbolehkan untuk melakukan ekspor," ujarnya.


Pemerintah akan mengevaluasi kembali pembukaan ekspor batu bara pada Rabu (12/1) lantaran ada beberapa hal yang perlu dipelajari oleh tim lintas kementerian/lembaga yaitu Kementerian Perdagangan, Kemenko Marves, Kementerian ESDM, dan PLN untuk diputuskan sebelum ekspor batu bara dibuka. Pertimbangan tersebut antara lain terkait mekanisme ekspor dan pemenuhan Domestic Market Obligation (DMO) hingga ekspor untuk perusahaan batu bara yang tidak memiliki kontrak dengan PLN atau yang spesifikasi batu baranya tidak dibutuhkan PLN. 

"Sehingga pada hari Rabu, jika pembukaan ekspor diputuskan, tetap akan dilakukan secara gradual (bertahap)," imbuhnya.

Selanjutnya, 14 hari sejak ekspor dibuka, seluruh kontrak batu bara untuk PLN (termasuk perusahaan listrik swasta/IPP) pada tahun 2022 sudah bisa dipastikan beserta dengan alokasi per bulan untuk masing-masing pemasok batu bara dan alokasi ke PLTU-nya. Pemenuhan atas DMO ini agar dievaluasi setiap bulan oleh Kementerian ESDM. Luhut juga meminta agar kontrak suplai batu bara ke PLN agar menggunakan term Cost, Insurance, Freight (CIF), sehingga pengaturan logistik dan pengiriman menjadi tanggung jawab pemasok batu bara. Dengan demikian, PLN bisa fokus kepada core business (bisnis inti) untuk menyediakan listrik yang andal. PLN juga diminta agar membeli batu bara dari perusahaan tambang batu bara yang memiliki kredibilitas dan komitmen pemenuhan yang baik.

"Jangan lagi membeli dari trader yang tidak memiliki tambang. Serta menggunakan kontrak jangka panjang untuk kepastian suplai. PLN juga harus meningkatkan kemampuan bongkar batu bara di masing-masing PLTU," tegasnya.

Meski keran ekspor mulai dibuka, Direktur Utama PT Bukit Asam, Asral Ismail menyatakan, perusahaannya memprioritaskan pemenuhan kebutuhan pasar dalam negeri (DMO), untuk merespons berkurangnya cadangan energi batu bara PLN.

"Target DMO kami sudah melebihi target, tapi jika ada penugasan (dari pemerintah) akan penuhi," kata Arsal di Palembang, Sumatera Selatan, kemarin.

Ia mengatakan PT Bukit Asam (PTBA) sebagai BUMN sektor pertambangan batu bara, akan mengutamakan kebutuhan dalam negeri, meski juga memiliki target ekspor setiap tahunnya. Adanya keputusan pemerintah yang melarang ekspor batu bara bagi perusahaan tambang di dalam negeri terhitung 1-31 Januari 2022, menurutnya, harus dihormati semua pihak karena demi terjaganya ketahanan energi nasional.

Hingga saat ini, PTBA yang memiliki wilayah operasi di Tanjung Enim (Sumatera Selatan), di Ombilin (Sumatera Barat) dan Tarahan (Lampung) terus memenuhi kewajiban pasok dalam negeri. Ia memperkirakan pada triwulan II pihaknya akan merevisi target ekspor batu bara ke sejumlah negara yang sebelumnya sudah direncanakan sejak tahun 2021.

"Ini kan baru awal tahun, kami penuhi dulu apa yang ditugaskan pemerintah. Kemungkinan revisi target (ekspor) di triwulan II," kata Arsal.

Berdasarkan website resmi PTBA, disebutkan perusahaan telah melampaui target pemenuhan kewajiban penjualan batu bara untuk kepentingan dalam negeri. Tercatat hingga akhir September 2018 PTBA telah merealisasikan penjualan batu bara DMO sebesar 9,8 juta ton. Jumlah ini dua kali lipat kewajiban pasokan batu bara domestik PTBA sebanyak 4,7 juta ton.

Akademisi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, menilai, kebijakan larangan ekspor batu bara merupakan wujud semangat nasionalisme dalam mempertahankan sumber daya alam demi kemakmuran masyarakat.

"Selain untuk mendahulukan kepentingan dalam negeri juga untuk mengontrol kekayaan alam. Agar kekayaan alam dapat dimanfaatkan sebesarnya bagi kemakmuran rakyat," ujarnya.

Fahmy memandang larangan ekspor tersebut sebagai upaya paksa pemerintah agar pengusaha batu bara mau memenuhi ketentuan DMO. Menurutnya, upaya paksa yang selama ini diberikan pemerintah melalui denda tidak efektif.

"Saat harga batu bara melambung tinggi, pengusaha lebih mementingkan ekspor dengan bayar denda yang jumlahnya kecil, ketimbang memasok ke PLN," jelasnya.

Selain mengamankan pembangkit listrik dari dampak pemadaman, kata Fahmy, kebijakan larangan ekspor batu bara juga bisa mencegah kenaikan tarif listrik yang dapat memperberat beban masyarakat dan memperburuk daya beli.

Artikel selengkapnya bisa dibaca di Koran Info Indonesia.

Editor: Wahyu Sabda Kuncahyo