JAKARTA - Belakangan ini Bike To Work (B2W) Indonesia terlihat rewel berkaitan dengan Presidensi Indonesia di G20. Bahkan, banyak yang menilai gerakan bersepeda dalam aktivitas sehari-hari ini nyinyir terhadap kebijakan pemerintah.
Ketua Umum B2W Indonesia, Fahmi Saimima, mengatakan, ada hal mendasar yang membuat pihaknya bersikap keras terhadap pemerintah.
G20 sendiri merupakan forum antar-pemerintah yang terdiri atas 19 negara ditambah Uni Eropa. Tujuannya untuk menangani isu-isu besar tentang ekonomi global, termasuk di dalamnya mitigasi krisis iklim dan pembangunan berkelanjutan.
Tahun ini, Indonesia menjadi ketua G20 yang mengangkat tema Pulih Bersama, Pulih Lebih Perkasa. Dengan tiga pokok bahasan untuk merumuskan cara memulihkan kehidupan pascapandemi yaitu, arsitektur kesehatan global, transisi energi lestari dan transformasi digital.
"Saya menggarisbawahi pentingnya energi lestari. Peralihan energi dari bahan bakar fosil yang merusak lingkungan ke bahan bakar terbarukan sudah sangat mendesak. Hanya dengan ini, dengan dilakukan secara drastis, ancaman kerusakan lingkungan yang lebih parah dan dampak krisis iklim bisa dicegah," ujar Fahmi dalam keterangannya, Minggu (20/3/2022).
Di sektor transportasi, yang kontribusinya kepada total emisi sampai seperempatnya, peralihan ke energi lestari hanya mungkin dengan mengurangi atau menyetop penggunaan kendaraan bermotor.
"Kendaraan listrik pilihannya, ini yang digadang-gadang pemerintah Indonesia. Tapi, di tingkat global, hal ini perlu waktu 15-20 tahun. Itu pun kalau semua produksi mobil baru adalah mobil listrik dan saat ini tidak demikian. Dan dalam rentang waktu itu kerusakan bumi terus berlangsung," jelas Fahmi.
Dalam Perjanjian Paris, Indonesia menargetkan pengurangan emisi 29 persen dengan upaya sendiri, dan 41 persen dengan bantuan internasional pada 2030 nanti. Melihat praktiknya, termasuk bagaimana penjualan mobil konvensional justru terus dipacu melalui keringanan pajak, sangat meragukan target itu bisa dicapai.
Kendaraan listrik tidak sepenuhnya bebas emisi. Tapi yang lebih penting adalah mustahil semua orang tetap menggunakan kendaraan pribadi, mobil atau sepeda motor listrik. Sebab problem perkotaan yang dihadapi tidak ikut berubah seperti kemacetan, kematian karena kecelakaan di jalan dan terus meningkatnya risiko kesehatan akibat gaya hidup malas bergerak.
"Dan sepeda bisa mengatasi semua itu. Sepeda adalah pilihan rasional untuk mobilitas jarak dekat di dalam kota, sepeda bisa dipadukan dengan angkutan massal," beber Fahmi.
Selain itu, sepeda bisa mengurangi emisi dengan cepat dan efektif. Tapi untuk mendorong penggunaannya secara lebih luas, perlu campur tangan pembuat kebijakan.
"Keterlibatan pembuat kebijakan penting untuk memastikan tersedianya prasarana, fasilitas dan kemudahan yang mendukung. berperannya pembuat kebijakan, terutama di Indonesia. Menandakan adanya kesungguhan dalam upaya mengurangi emisi untuk menanggulangi dampak krisis iklim," tandas Fahmi.
Editor: Wahyu Sabda Kuncahyo
Komentar