JAKARTA - Pemerintah mengklaim kasus COVID-19 sudah terkendali. Baik di Jawa-Bali, maupun di luar Jawa-Bali. Tapi, sepertinya pemerintah lupa, kasus COVID-19 di tengah masyarakat banyak yang tidak terdeteksi. Alhasil, Indonesia sebenarnya masih berada di fase kritis COVID-19.
Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengklaim, kasus harian COVID-19 secara nasional dalam tiga bulan terakhir telah menurun tajam hingga 97 persen, dari puncak kasus yang disebabkan oleh varian Omicron.
"Selain itu, kasus aktif secara nasional juga turun hingga 83 persen dari puncak kasus yang lalu. Saat ini, kasus aktif sudah berada di bawah 100 ribu," kata Luhut dalam konferensi pers yang disaksikan secara daring, Senin (4/4/2022).
Dipaparkan Luhut, hal lain yang menggambarkan kondisi COVID-19 varian Omicron cukup baik, adalah turunnya rawat inap rumah sakit hingga 85 persen. Keterisian tempat tidur rumah sakit saat ini juga hanya 6 persen, hingga positivity rate di bawah standar WHO, yakni 4 persen.
Selain itu, jumlah orang meninggalpun turun tajam hingga 88 persen dibandingkan puncak Omicron yang lalu. Dari data-data di atas, dia menarik kesimpulan bahwa kondisi varian Omicron di Indonesia saat ini berada pada posisi yang terkendali.
Luhut menjelaskan, secara khusus untuk wilayah Jawa dan Bali terus mengalami penurunan yang sangat signifikan dalam semua aspek. Seperti kasus konfirmasi, rawat inap rumah sakit, hingga tingkat kematian di hampir seluruh provinsi Jawa dan Bali.
"Seluruh provinsi di Jawa-Bali hari ini mengalami penurunan kasus, mulai dari 96-98 persen dibandingkan puncak kasus varian Omicron beberapa waktu yang lalu," ujarnya.
Dampak dari menurunnya tren kasus dan seluruh aspek penyertanya secara langsung juga memberikan dampak positif terhadap level asesmen kabupaten/kota.
"Saat ini, sudah tidak terdapat lagi kabupaten/kota yang berada di level 4," imbuhnya.
Luhut menyebutkan, 93 persen kabupaten/kota di Jawa dan Bali sudah berada pada Level 1 dan 2. Hanya tersisa sembilan kabupaten/kota yang masih berada di level 3.
"Terkait informasi detail mengenai hal ini, akan tertuang dalam Inmendagri," katanya.
Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, menambahkan, angka Reproduksi Kasus Efektif (Rt) Indonesia membaik di semua pulau. Angka Rt nasional dalam sepekan terakhir tercatat turun menjadi 1,00 dari 1,02 jika dibandingkan sepekan sebelumnya. Artinya, laju penularan COVID-19 terkendali.
Untuk wilayah di luar Jawa dan Bali, rincian angka Rt dari tertinggi ke terendah adalah Maluku (1,02), Nusa Tenggara (1,01), Papua (1,01), Kalimantan (1,00), Sulawesi (1,00), dan Sumatera (1,00).
Per 4 April 2022, kasus baru sebanyak 1.661 kasus, berkurang signifikan 97,4 persen dari angka tertingginya pada 16 Februari 2022 sebanyak 64.718 kasus. Kasus aktif tercatat sebanyak 93.462 kasus, turun 84,1 persen dari puncaknya di 24 Februari 2022 sebanyak 586.113 kasus.
Sedangkan, kasus kematian sebanyak 61 kasus, turun 84,8 persen dari puncak kasus kematian pada 8 Maret 2022 sebanyak 401 kasus. Hal itu menyebabkan case fatality ratio (CFR) menurun dari 3,27 persen di awal Februari 2022 menjadi 2,58 persen.
Khusus untuk luar Jawa dan Bali, kasus konfirmasi harian juga menunjukkan penurunan. Per 4 April 2022, sebanyak 399 kasus atau 24,0 persen dari kasus harian nasional. Kasus Aktif luar Jawa dan Bali, per 4 April 2022, sebanyak 35.771 kasus atau 38,3 persen dari kasus aktif nasional.
Airlangga mengatakan, kasus aktif di beberapa provinsi masih cukup tinggi. Namun terjadi tren penurunan kasus. Terdapat dua provinsi dengan kasus aktif tertinggi, tetapi BOR masih memadai dan konversi tempat tidur (TT) COVID-19 di RS juga masih rendah. Kedua provinsi tersebut yakni Papua dengan 12.066 kasus, BOR 9 persen, dan konversi tempat tidur 18 persen. Lalu, Lampung dengan 9.005 kasus, BOR 7 persen, dan konversi tempat tidur 23 persen.
"Sejak penyelenggaraan MotoGP Mandalika, setelah kami lakukan monitoring, di Nusa Tenggara Barat (NTB) tidak ada kenaikan kasus yang signifikan dan tetap berada di Transmisi Komunitas Level 1," ujar Airlangga.
Indonesia Terdepan
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, mengklaim, penanganan COVID-19 di Indonesia relatif jauh lebih baik dibandingkan negara lain, termasuk negara-negara tetangga.
Meski penanganan COVID-19 semakin membaik, Budi memastikan pemerintah tetap berhati-hati. Pemerintah terus mewaspadai dan mengantisipasi munculnya varian baru virus corona.
Mantan Wakil Menteri BUMN ini menyinggung lonjakan kasus COVID-19 yang masih terjadi di negara-negara Eropa dan China. Lonjakan yang terjadi dipicu varian Omicron BA.2.
Varian tersebut sudah masuk ke Indonesia sejak awal Januari 2022. Hingga saat ini, penularan COVID-19 didominasi varian Omicron BA.2. Namun, tren penambahan kasus SARS-CoV-2 di Indonesia saat ini cenderung menurun.
"Kami beruntung dengan kondisi imunitas masyarakat Indonesia yang cukup tinggi, sehingga varian baru ini tidak menyebabkan adanya lonjakan kasus di Indonesia," kata dia.
Budi juga mengatakan, pemerintah yakin bisa melonggarkan aktivitas masyarakat secara lebih bebas. Keyakinan ini didukung penanganan pandemi COVID-19 di Indonesia yang semakin baik.
"Berdasarkan kondisi seperti ini, pemerintah merasa yakin bahwa kita bisa lebih melakukan aktivitas secara lebih bebas," katanya.
Budi berharap di tengah membaiknya penanganan pandemi, masyarakat semakin menyadari tanggung jawab terhadap kesehatan masing-masing. Jika kesadaran ini terus meningkat, Indonesia siap memasuki fase endemi COVID-19.
"Selama masyarakat semakin siap menyadari apa yang harus dilakukan menghadapi pandemi, itu akan menunjukkan bahwa kita siap bertransisi dari pandemi menjadi endemi nantinya," ucap dia.
Budi menyebut, pemerintah sudah merelaksasi aktivitas masyarakat melalui boleh mudik Lebaran Idulfitri 2022. Kebijakan diambil setelah dua tahun melewati pandemi COVID-19. Meski demikian, pemerintah tetap hati-hati dalam mengambil kebijakan. Keputusan mengizinkan masyarakat mudik tahun ini dilengkapi dengan vaksinasi COVID-19.
"Kita tetap boleh melakukan ibadah puasa, juga mudik, tetapi juga harus dengan melengkapi dosis vaksinasinya," kata dia.
Masih Fase Akut
Epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health Griffith University Australia, Dicky Budiman, mengamini pernyataan pemerintah soal membaiknya kondisi pandemi COVID-19 di Indonesia. Terutama dalam menghadapi varian Omicron. Kendati demikian, Dicky mengingatkan, dalam konteks domestik atau lokal, Indonesia belum mencapai status yang disebut terkendali. Bahkan, fase akut dari pandemi di Tanah Air masih belum terlampaui.
"Karena fase akut itu setidaknya kita harus mengejar 70 persen dari total populasi sudah tervaksinasi. Itu batasannya. Fase akut dari pandemi. Artinya, saat ini kita masih dalam fase kritis atau akut," kata Dicky kepada Info Indonesia, kemarin.
Menurut data Satgas COVID-19, total angka vaksinasi dosis pertama di Indonesia mencapai 196.880.116 orang. Lalu, total vaksinasi dosis kedua di mencapai 160.107.111 orang. Sementara, total vaksinasi dosis ketiga mencapai 24.045.810 orang.
Pemerintah Indonesia memasang target total vaksinasi COVID-19 sebanyak 208.265.720 penduduk. Jika dibandingkan total sasaran COVID-19 tersebut, berarti hingga hari ini, vaksinasi dosis pertama mencapai 94,53 persen. Vaksinasi dosis kedua baru mencapai 76,88 persen. Vaksinasi ketiga baru 11,55 persen dari target keseluruhan.
Oleh sebab itu, kata Dicky, meskipun situasi COVID-19 sudah melandai, semua pihak tidak boleh menganggap fase kritis sudah berlalu. Apalagi, saat ini, tes positivity rate Indonesia masih di atas 5 persen.
Artinya, klaim pemerintah soal kasus corona semakin sedikit dan terkendali itu sebenarnya kurang tepat. Sebab, kasus yang belum terdeteksi di masyarakat masih jauh lebih banyak ketimbang data pemerintah. Baik itu kasus infeksi, kesakitan dan kasus kematian.
"Ini yang masih ada keterbatasan Indonesia dalam menjangkau kasus-kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat," kata dia.
Akan tetapi, sekalipun Indonesia belum masuk ke fase terkendali, namun harus tetap melakukan fase transisi. Karena untuk pemulihan, bukan hanya aspek kesehatan, tapi aspek di luar kesehatan, terutama ekonomi dan sosial.
Namun, dalam menjalankan fase transisi ini, pemerintah harus melakukannya dengan terkendali dan bertahap. Tidak disarankan menjalankan fase transisi secara terburu-buru, apalagi langsung digeneralisasi di setiap daerah.
"Arah dan tujuan dari manajemen pandemi COVID-19 ini adalah ke arah terkendali. Oleh karena itu, kegiatan atau fase transisi ini tidak boleh langsung masif, harus disesuaikan dengan daerah masing-masing. Sesuai capaian dan kondisi atau indikator epidemiologinya," tutupnya.
Artikel ini juga bisa Anda baca di Koran Info Indonesia edisi Selasa, 5 April 2022.
Video Terkait:
Keluarga Tak Penuhi Wasiat Syekh Ali Jaber
Komentar