POLHUKAM

Kejagung Tetapkan Pemilik PT Meraseti Tersangka Korupsi Impor Baja

Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana. (Dok. Kejagung)
Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana. (Dok. Kejagung)


JAKARTA - Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung menetapkan pengusaha berinisial BHL selaku pemilik PT Meraseti Logistik Indonesia sebagai tersangka korupsi impor besi atau baja periode 2016-2021.

BHL merujuk pada Budi Hartono Linardi yang ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jampidsus Nomor: Prin-27/F.2/Fd.2/05/2022 tanggal 19 Mei 2022 dan Surat Penetapan Tersangka (Pidsus-18) Nomor: TAP - 24/F.2/Fd.2/05/2022 tanggal 19 Mei 2022.

"Untuk mempercepat proses penyidikan tersangka BHL dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Kelas I Jakarta Pusat selama 20 hari terhitung mulai tanggal 2 Juni 2022 sampai dengan 21 Juni 2022," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, Kamis (2/6/2022).

Dalam perkara ini, penyidik telah menetapkan dua orang tersangka perorangan yakni Tahan Banurea dan Taufiq, serta enam tersangka korporasi.

Ketut menjelaskan, peran tersangka BHL bahwa pada kurun waktu antara tahun 2016 sampai 2021 keenam korporasi masing-masing PT BES, PT DSS, PT IB, PT JAK, PT PAS dan PT PMU mengajukan importasi besi atau baja dan baja paduan melalui Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) PT Meraseti Logistik Indonesia miliknya.


Untuk meloloskan proses impor tersebut, tersangka BHL dan tersangka Taufiq mengurus surat penjelasan (sujel) di Direktorat Impor Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan dengan menyerahkan uang sejumlah tertentu kepada seseorang bernama C (almarhum).

Saat itu, C diketahui sebagai ASN Direktorat Ekspor Kemendag, di mana setiap pengurusan 1 sujel tersangka T menyerahkan tunai uang tersebut secara bertahap di Apartemen Woodland Park Residence, Kalibata, milik C serta tersangka Taufiq juga menyerahkan sejumlah uang tertentu kepada tersangka Tahan Banurea di Gedung Belakang Kemendag. 

Bahwa sujel yang diurus tersangka BHL dan Taufiq dipergunakan untuk mengeluarkan besi atau baja dan baja paduan dari pelabuhan/dari wilayah pabean seolah-olah impor tersebut untuk kepentingan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dikerjakan perusahaan BUMN yaitu PT Waskita Karya (Persero) Tbk; PT Wijaya Karya (Persero) Tbk; PT Nindya Karya (Persero); dan PT Pertamina Gas (Pertagas).

"Dengan sujel tersebut, maka Bea Cukai mengeluarkan besi atau baja dan baja paduan yang diimpor oleh keenam korporasi," kata Ketut.

Kemudian, berdasarkan sujel yang diterbitkan Direktorat Impor pada Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, maka importasi besi atau baja dan baja paduan dari Tiongkok yang dilakukan keenam korporasi dapat masuk ke Indonesia melebihi kuota impor dalam persetujuan impor (PI) yang dimiliki keenam korporasi.

Setelah besi atau baja dan baja paduan masuk ke wilayah Indonesia kemudian dijual ke pasaran dengan harga lebih murah daripada produk lokal, sehingga produk lokal tidak mampu bersaing.

"Perbuatan keenam korporasi itu menimbulkan kerugian sistem produksi dan industri besi baja dalam negeri (kerugian perekonomian negara)," jelas Ketut.

Dalam perkara ini BHL disangkakan dengan primer pasal 2 ayat 1 junto pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP. Kemudian, subsider, pasal 3 junto pasal 18 Undang-Undang Tipikor pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Atau kedua, pasal 5 ayat 1 huruf (b) Undang-Undang Tipikor junto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Atau ketiga, pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tipikor junto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Editor: Wahyu Sabda Kuncahyo