JAKARTA - Indonesia bisa dianggap memasuki gelombang keempat penularan COVID-19. Sejauh ini Pulau Jawa dan Bali menjadi pusat penyebarannya. Belakangan muncul wacana untuk memperketat lagi pembatasan kegiatan publik. Keputusannya masih menunggu aba-aba dari Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.
Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal TNI (Purn) Moeldoko, mengatakan, Luhut akan didampingi Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, dan Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, dalam mempertimbangkan pengetatan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM.
Menurut Moeldoko, Luhut bersama sejumlah menteri masih mengkaji situasi terkini. Kebijakan lanjutan akan ditentukan setelah kajian tersebut.
"Nanti kita tunggu dari komando dari Pak Luhut dan Pak Airlangga juga Menteri Kesehatan akan mengkaji berbagai perkembangan situasi saat ini," kata Moeldoko di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (14/7/2022).
Sejak tahun lalu Luhut ditugaskan Presiden Jokowi sebagai Koordinator PPKM khusus Jawa Bali, sementara Airlangga Hartarto menjadi Koordinator PPKM untuk luar wilayah Jawa-Bali.
Moeldoko mengatakan, pemerintah saat ini terus menggencarkan vaksinasi COVID-19 dosis ketiga atau booster untuk mencegah penularan makin luas.
Hingga pukul 12.00 WIB kemarin, data pemerintah menyebut 52,2 juta penduduk Indonesia sudah mendapat vaksinasi COVID-19 dosis ketiga atau dosis penguat.
Jumlah penduduk yang sudah mendapat vaksinasi dosis kedua atau dosis lengkap tercatat 169.423.235 orang atau 81,35 persen dari total target vaksinasi. Sementara itu, warga yang baru mendapat vaksinasi dosis pertama mencapai 201.832.439 orang atau 96,91 persen dari total sasaran.
Kemudian Moeldoko menambahkan bahwa pemerintah selalu mengingatkan penggunaan masker di dalam ruangan seiring kecenderungan kasus positif corona terus meningkat.
"Dalam setiap kesempatan, presiden selalu mengatakan kita harus tetap waspada. Penekanan penggunaan masker khususnya di ruangan juga menjadi perhatian presiden dan seluruh jajaran," katanya.
Jumlah kasus harian COVID-19 di Indonesia terus meningkat setelah munculnya virus corona subvarian Omicron BA.4 dan BA.5.
Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 melaporkan total kasus positif di Indonesia mencapai 6.123.753 kasus setelah bertambah 3.584 orang pada Kamis kemarin. DKI Jakarta masih menjadi penyumbang kasus harian terbanyak yakni 1.749 kasus.
Data Satgas juga menyebutkan daerah-daerah lain yang menyumbang kasus positif terbanyak setelah DKI, yakni Jawa Barat (723 kasus), Banten (407), Jawa Timur (246) dan Bali (125).
Penambahan kasus positif diikuti bertambahnya kasus aktif sebanyak 703 kasus sehingga totalnya mencapai 24.490 kasus di seluruh penjuru negeri.
Sebelumnya, Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito, mengatakan Pulau Jawa dan Bali tercatat menyumbang 95,45 persen total kasus positif per 12 Juli 2022. Hal ini karena masyarakat di Pulau Jawa dan Bali memiliki aktivitas yang paling padat.
Ingatkan Lagi Masker
Pakar kesehatan yang merupakan mantan petinggi WHO Asia Tenggara, Tjandra Yoga Aditama, mengingatkan bahwa sosialisasi pentingnya penggunaan masker, baik di dalam maupun di luar ruangan harus kembali digencarkan.
"Masyarakat harus terus diingatkan mengenai pentingnya penggunaan masker, baik di dalam maupun di luar ruangan,” katanya, seperti dilansir Antara, Kamis (14/7/2022).
Guru Besar Fakultas Kedokteran UI itu menjelaskan penggunaan masker di dalam maupun di luar ruangan sangat penting mengingat situasi peningkatan kasus COVID-19 di dalam negeri.
"Kasus COVID-19 pada saat ini sedang meningkat sehingga perlindungan kita harus lebih baik lagi guna mencegah penyebaran virus," katanya.
Epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Bayu Satria Wiratama, juga mendukung imbauan pemerintah agar masyarakat kembali memakai masker di dalam maupun di luar ruangan.
"Dengan adanya tren peningkatan kasus saat ini, saya rasa sudah tepat imbauan untuk tetap menggunakan masker terutama di dalam ruangan," kata Bayu Satria melalui keterangan tertulis, kemarin.
Penggunaan masker sangat krusial saat berada di dalam ruangan yang ramai seperti sekolah, kantor, tempat ibadah, maupun transportasi publik.
Bayu menyebut faktor utama di balik peningkatan kasus COVID-19 adalah mobilitas masyarakat yang cukup tinggi. Di sisi lain, kebiasaan penggunaan masker menurun, terutama di dalam ruangan termasuk transportasi publik dan tempat ibadah.
"Selain itu juga ditunjang dengan adanya beberapa masyarakat yang menganggap enteng gejala COVID-19 dan terkait angka vaksinasi yang cenderung melambat, bahkan untuk dosis lengkap," kata dia.
PPKM Efektif
Ketua Satgas Penanganan COVID-19 dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Zubairi Djoerban, mengatakan, peningkatan positivity rate Indonesia sekitar 18 persen sangat terasa di masyarakat.
Walaupun angka kematian kecil, sekitar puluhan atau di bawah sepuluh orang setiap harinya, tetapi situasi belakangan ini cukup serius.
"Jadi kalau ada yang belum melakukan booster, maka segera booster. Keluar rumah pakai masker," kata Zubairi dikutip dari akun Instagramnya @profesorzubairi.
Epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health Griffith University Australia, Dicky Budiman, mengatakan, PPKM terbukti efektif dalam menurunkan kasus. PPKM juga sesuai dengan strategi penanganan pandemi secara umum.
"Tapi pada prinsipnya adalah satu upaya pembatasan sosial yang tidak mesti harus ketat, cukup untuk mengarahkan, membantu, dan meminimalisir potensi penularan, termasuk intensitas intervensi," kata Dicky kepada Info Indonesia.
Menurut dia, pengetatan PPKM tidak mesti harus seperti tahun lalu atau berada di level 3-4. Pengetatan yang pas dilakukan sekarang maksimal pada level 2. PPKM kali ini lebih kepada penerapan kedisiplinan dan ketaatan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan.
Kendati pengetatan PPKM maksimal pada level dua, Dicky tetap menyarankan pemerintah membuat sanksi bagi yang melanggar. Misalnya, harus ada sanksi tegas untuk perusahaan atau instansi yang tidak mewajibkan pegawainya memakai masker dan tidak menerapkan bekerja dari rumah (work from home).
"Tapi saya kira tidak perlu sampai ada PPKM level ketat di angka 3 dan 4," kata dia.
Belajar Hibrid
Harus disadari bahwa salah satu tempat rawan penularan adalah gedung sekolah atau lembaga pendidikan. Namun, Dicky menilai penerapan pembelajaran jarak jauh (PJJ) masih belum diperlukan.
Acuan pemberlakukan PJJ adalah intensitas kegiatan di tempat publik lainnya. Misalnya di mal, kafe atau restoran, dan perkantoran. Bila orang-orang masih ramai berkunjung ke mal, kafe dan bekerja dari kantor, maka tidak perlu ada upaya untuk menerapkan PJJ secara penuh.
Hanya saja dia mengimbau agar peserta didik dan pihak sekolah terus menerapkan protokol kesehatan yang baik dan wajib mendorong vaksinasi dosis ketiga Tak kalah penting, pihak sekolah harus benar-benar memperhatikan ventilasi udara.
Senada dengan Dicky, pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menilai belum pas untuk menerapkan kembali PJJ. Kalaupun masih khawatir dengan potensi penularan di gedung sekolah maka kebijakan yang pas adalah pembelajaran secara hibrid.
"Misalnya jumlah murid per kelas ada 40, maka sistem hibrid membuat yang masuk ke sekolah hanya 20 orang saja. Sisanya 20 siswa lagi, belajar dari rumah. Nanti bergantian," kata Trubus.
Dia pribadi khawatir kebijakan PJJ bakal lebih merugikan untuk peserta didik karena terjadinya learning lost.
"Sekolah dasar dan menengah itu jauh lebih sulit kalau PJJ karena menyangkut budi pekerti. Misalnya tata krama terhadap orang tua, kehidupan lingkungan, dan sebagainya. Begitu juga pada tingkat taman kanak-kanak, sistem PJJ akan rumit jika diterapkan," terangnya.
Artikel ini juga bisa Anda baca di Koran Info Indonesia edisi Jumat, 15 Juli 2022.
Video Terkait:
Dinar Candy Protes PPKM
Komentar