JAKARTA - Kasus kekerasan seksual bukan hanya terjadi di lingkungan sekolah di bawah pengelolaan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), tetapi juga sejumlah satuan pendidikan berbasis keagamaan.
Contoh kasus kekerasan seksual yang terjadi di Pesantren Majma'al Bahrain Shiddiqiyah, Jombang, Jawa Timur, yang dilakukan seorang pendidik.
Adapun satuan pendidikan berbasis agama, pengelolaannya berada di bawah kewenangan Kementerian Agama (Kemenag).
Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai penanganan yang dilakukan Kemenag lambat secara regulasi. Itu, terkait Kemenag yang memayungi satuan pendidikan keagamaan tak kunjung mengeluarkan regulasi penanganan kekerasan seksual.
Atas hal itu, P2G menyebut Kemenag jauh tertinggal jika dibandingkan Kemendikbudristek.
"Kemenag lambat dalam meresponsnya secara regulasi," kata Kepala Bidang Advokasi P2G, Imam Zanatul Haeri dalam keterangan tertulis yang diterima Info Indonesia, Sabtu (16/7/2022).
Oleh sebab itu, P2G mendesak agar Kemenag segera membuat Peraturan Menteri Agama mengenai pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual di madrasah atau satuan pendidikan berbasis agama di bawah Kemenag.
“Kemenag mestinya menyadari bahwa Indonesia tengah menghadapi darurat kekerasan seksual di satuan pendidikan."
Bila Kemenag sudah membuat regulasi, P2G meminta agar seluruh stakeholder untuk terlibat langsung dalam mensosialisasikannya. Hal itu, kata dia, sangat penting untuk mencegah kekerasan seksual terhadap siswa sedini mungkin.
“Jika selesai diundangkan, mendesak kemudian sosialisasi dan pelatihan bagaimana strategi satuan pendidikan berbasis agama mencegah dan menanggulangi kekerasan tersebut,” kata Imam.
Imam mengingatkan kepada guru atau pendidik untuk tidak lagi menggunakan instrumen kekerasan saat berinteraksi dengan siswa.
“Jelas tak profesional, tuna kompetensi pedagogis, kepribadian dan sosial,” kata Imam.
Editor:
Komentar