POLHUKAM

56 Kendaraan Sitaan Dari ACT Dititipkan di Bogor

Puluhan kendaraan operasional ACT yang disita penyidik Dittipideksus Bareskrim Polri, Rabu (27/7/2022). (Divisi Humas Polri)
Puluhan kendaraan operasional ACT yang disita penyidik Dittipideksus Bareskrim Polri, Rabu (27/7/2022). (Divisi Humas Polri)


JAKARTA – Sebanyak 56 unit kendaraan operasional lembaga kemanusiaan, Aksi Cepat Tanggap (ACT), dititipkan penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri di gudang di kawasan Bogor, Jawa Barat.

 

Puluhan kendaraan tersebut dititipkan di Gedung Wakaf Distribution Center (WDC), Global Wakaf Corpora, di Jalan Serpong Parung Nomor 57 Bogor.

 

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan, menyebut, penyitaan 56 kendaraan operasional ACT tersebut dilakukan Rabu (27/7/2022) pukul 13.00 WIB. Kendaraan tersebut terdiri atas 44 unit mobil dan 12 sepeda motor.


"Sementara telah disita 44 unit mobil dan 12 motor yang berada di tangan Subhan selaku General Affair ACT atau Kabag Umum ACT," kata Ramadhan, Kamis (28/7/2022).

Sementara itu, Kasubdit IV Dittipideksus Bareskrim Polri, Kombes Pol Andri Sudarmaji, menyebutkan, tim masih melakukan pengawasan dan pendataan terkait aset ACT yang terkait dengan tindak pidana yang sedang diproses Bareskrim Polri.

Menurut dia, kendaraan yang disita tersebut jumlahnya masih sementara. Diperkirakan bakal bertambah seiring kegiatan pengawasan dan pendataan yang dilakukan penyidik. "Itu yang baru terdata hari ini, mungkin nambah," kata Andri.

Sebelumnya, penyidik juga telah menyita beberapa dokumen dari kegiatan penggeledahan yang dilakukan beberapa hari yang lalu.

"Tim Subdit IV masih melakukan pengawasan dan pendataan," kata Andri.

Dalam kasus ini, penyidik menetapkan pendiri dan mantan Presiden ACT, Ahyudin, sebagai tersangka, bersama Ibnu Khajar, selaku Presiden ACT aktif.

Kedua tersangka lainnya, Hariyana Hermain, yang merupakan salah satu pembina ACT dan memiliki jabatan tinggi lain di ACT, termasuk mengurusi keuangan. Lalu, Novariandi Imam Akbari (NIA), selaku Ketua Dewan Pembina ACT.

Keempat tersangka diduga melakukan penggelapan dalam jabatan sisa dana CSR dari Boeing untuk ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 senilai Rp34 miliar.

Penyalahgunaan tersebut untuk keperluan yang tidak sesuai dengan peruntukannya, yaitu pengadaan armada truk kurang lebih Rp2 miliar, untuk program big food bus Rp2,8 miliar, dan pembangunan pesantren peradaban Tasikmalaya Rp8,7 miliar.

Kemudian untuk Koperasi Syariah 212 kurang lebih Rp10 miliar, untuk dana talangan CV CUN Rp3 miliar, dana talangan PT MBGS Rp7,8 miliar, sehingga totalnya Rp34,6 miliar (pembulatan dari Rp34.573.069.200).

Para pengurus juga menyalahgunakan dana Boeing untuk gaji para pengurus. Selain itu, Ahyudin dan rekannya melakukan pemotongan donasi dana masyarakat (umat) yang dikelola ACT sebesar 20-23 persen. Adapun besaran gaji yang diterima pengurus ACT untuk Ahyudin sebesar Rp400 juta, Ibnu Khajar Rp150 juta, Hariyana Hermain Rp50 juta, dan Novariadi Rp100 juta.

Penyidik juga mengendus upaya pencucian uang lewat pendirian perusahaan-perusahaan cangkang milik ACT, di mana diduga terdapat 10 perusahaan cangkang yang bergerak di bidang amal dan bisnis.

Kesepuluh perusahaan tersebut, yakni PT Sejahtera Mandiri Indotama, PT Global Wakaf Corpora, PT Insan Madani Investama, PT Global Itqon Semesta. Lalu, ada enam perusahaan lainnya turunan dari PT Global Wakaf Corpora. Antara lain PT Trihamas Finance Syariah, PT Hidro Perdana Retalindo, PT Agro Wakaf Corpora, PT Trading Wakaf Corpora, PT Digital Wakaf Ventura, dan PT Media Filantropi Global.

Editor: Rusdiyono