POLHUKAM

Anies Baswedan dan Framing Media

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. (Net)
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. (Net)


JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berbagi pandangannya mengenai framing media dan pilar demokrasi.

Melalui unggahannya di Instagram pada Jumat malam (9/9/2022), Anies mengunggah dua foto yang menunjukkan artikel di Harian Kompas mengenai didinya yang memenuhi undangan KPK untuk memberikan keterangan terkait Formula E. 

"Kemarin, sehari sesudah memenuhi undangan KPK untuk memberikan keterangan terkait Formula-E, saya menerima banyak pesan memberitahukan tentang berita yg dimuat di Harian Kompas," tulis Anies. 

Berita yang dia maksud memuat judul besar "Korupsi Bukan Lagi Kejahatan Luar Biasa". Isi berita tersebut mayoritas adalah mengenai pembebasan bersyarat 23 narapidana tipikor. Terdapat pula kolom berisi daftar napi tipikor yang dibebaskan.

Namun yang aneh dari berita tersebut adalah foto yang dipampang merupakan foto Anies Baswedan. 


"Yang aneh: yang terpampang adalah foto Gubernur DKI. Tidak ada hubungan dengan topik yang ditulis di dalam artikel. Di bagian akhir artikel terdapat tiga paragraf kecil tentang kedatangan Gubernur DKI ke KPK, yang juga tidak ada hubungan dengan topik beritanya," jelas Anies.

Dia menjelaskan bahwa media media memang memiliki kekuatan besar dalam membentuk persepsi, opini dan perasaan pembacanya. Karena memiliki kekuatan besar inilah maka media harus memiliki tanggung jawab yg besar pula.

"Media sebagai pilar demokrasi bukannya tidak boleh berpihak. Sebaliknya, dia justru harus berpihak, pada kebenaran, keadilan, dan objektivitas. Tanggung jawab media memang berat, karena risiko dampak salah langkahnya pun besar," tambah Anies.

Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa setelah artikel tersebut muncul, beberapa pemimpin Kompas menjelaskan pada dirinya bahwa penempatan foto itu adalah kelalaian dan tidak ada niat framing buruk.

"Memang disayangkan kesalahan mendasar seperti itu terjadi di media seperti Kompas yg pastinya memiliki mekanisme pengawasan berlapis," kata Anies. 

"Hari ini, Kompas memasang berita baru yg menjelaskan secara lebih objektif terkait kedatangan saya ke KPK. Kompas hari ini memberi contoh kepada Kompas kemarin tentang bagaimana sebuah berita seharusnya ditulis," sambungnya. 

Dia juga menyinggung soal sepenggal sejarah Kompas. Dahulu, Kompas sebenarnya hendak diberi nama Bentara Rakyat. Namun Bung Karno memberi usul nama Kompas, karena kompas adalah penunjuk arah dan jalan.

"Kita berharap, filosofi nama Kompas ini terus dijaga. Apabila sebuah kompas berfungsi baik, maka kita lancar dan selamat mengarungi perjalanan. Apabila jarumnya terpengaruh oleh magnet (polar), maka ia tak lagi dapat menjadi penunjuk arah," kata Anies.

"Saya memilih mempercayai penjelasan pemimpin di Kompas dan, walau banyak yg menyarankan, saya memilih tidak membawa masalah ini kepada Dewan Pers. Namun, saya memilih tetap menyampaikan catatan ini pada publik agar bisa menjadi pengingat bagi kita semua dalam bernegara dan berdemokrasi," tutupnya.


Video Terkait:
Tiktoker Anifah Kritik Gaji Anggota DPRD DKI Jakarta 26 Miliar
Editor: