JAKARTA - Dalih pemerintah menaikkan harga BBM untuk mencegah pembengkakan subsidi merupakan bukti cara berpikir yang berseberangan dengan UUD 1945 dan Pancasila. Seharusnya, sebagaimana amanat konstitusi dan falsafah negara, pemerintah membangun ekonomi yang berkeadilan.
"Tugas pemerintah di antaranya adalah mengelola keuangan negara, sehingga dapat digunakan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat," kata Ketua Umum Partai Ummat, Ridho Rahmadi, saat diwawancarai Info Indonesia, Selasa (20/9/20222).
Menurut dia, sejatinya pemerintah mengembalikan uang rakyat kepada rakyat itu sendiri. Dalam situasi tertentu jika diperlukan uang negara bisa dihabiskan untuk memberi subsidi kepada rakyat.
Alih-alih mengalihkan subsidi BBM, Ridho pun mempertanyakan mengapa proyek-proyek yang menuai kritik dari masyarakat tidak dihentikan, salah satunya pembangunan Ibu Kota Negara (IKN).
"Rakyat miskin di Indonesia masih banyak, penduduk yang lapar tidaklah sedikit. Mengapa uang yang ada malah digunakan untuk membangun ibu kota baru yang menurut tidak sedikit orang dirasa belum perlu," ujarnya.
Ridho mengatakan, cara pemerintah memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) setelah menaikkan harga BBM adalah lumrah. Hal serupa pun dilakukan oleh negara-negara maju dengan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) tinggi seperti Austria dan Belanda. Bahkan, di negara lain, bantuan sosial dapat berikan hingga bertahun-tahun. Bantuan tersebut juga diberikan kepada warga pendatang yang sedang melakukan studi dan memiliki keluarga di negara tersebut.
Menurut Ridho, bantuan sosial yang direncanakan pemerintah setelah kenaikan BBM kembali menyisakan tanda tanya baru. Pertama, anggaran bantuan sosial sebesar Rp24,27 triliun jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan anggaran subsidi yang direncanakan di dalam APBN 2022 yakni Rp152,2 triliun. Kemudian direvisi menjadi Rp502,4 triliun per Juli 2022 dan telah terpakai sebesar Rp62,7 triliun.
"Kita bertanya, mengapa sisa anggaran subsidi tersebut tidak digunakan sepenuhnya untuk bantuan sosial," katanya.
Kedua, bantuan sosial sebesar Rp600.000 tidaklah cukup. Ini diperkuat dengan pernyataan Eksekutif Direktur Core Indonesia yang mengatakan bahwa bantuan sebesar itu belum mampu memenuhi kebutuhan keluarga dengan beranggotakan lebih dari dua orang.
Ketiga, bantuan sosial yang hanya diberikan selama empat bulan rasanya hanya menjadi pelipur lara yang ala kadarnya. Sedangkan harga BBM naik selamanya kecuali diturunkan kembali di kemudian hari.
Maka, yang perlu diperhatikan adalah kemungkinan inflasi yang terjadi sebesar 7-9 persen. Bahkan inflasi komponen bergejolak diperkirakan menembus 15 persen. Ridho mengatakan, inflasi sebesar itu sangat mungkin berdampak terhadap masyarakat luas lebih lama dari sekedar empat bulan.
"Jika ditambah pengalaman distribusi bantuan sosial yang sudah-sudah, di mana salah alamat dan kecepatan penyaluran menjadi isu utama, kedua hal tersebut dapat memperparah dampak inflasi yang akan terjadi," ujarnya.
Anak mantu tokoh Reformasi, Amien Rais, itu menambahkan, bantuan sosial sebesar Rp600.000 selama empat bulan hanya lebih menjadi sebuah fallacious justice atau keadilan yang mengecoh.
"Bantuan sosial diberikan untuk menunjukkan keberpihakan kepada rakyat dan keadilan, namun kenyataannya lebih menunjukkan yang sebaliknya," tegas Ridho.
Video Terkait:
Partai Ummat: Ngabalin Seperti Dukun
Komentar