POLHUKAM

Waspada Kasus-kasus Tidak Biasa

Ilustrasi. (Net)
Ilustrasi. (Net)


JAKARTA - Indonesia tidak boleh terlena melihat menurunnya angka kesakitan dan kematian pasien COVID-19, yang diyakini sebagai pertanda segera berakhirnya pandemi. 

Pesan itu diutarakan Guru Besar Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI), Amin Soebandrio, Rabu (5/10/2022). 

Dia tidak keberatan dengan klaim yang menyebut penularan COVID-19 di seluruh dunia mulai menunjukkan kecenderungan penurunan. Namun, di sisi lain, data terbaru menunjukkan masih ada 0,3 persen warga dunia orang yang menderita sakit berat akibat COVID-19. Secara keseluruhan, angka kematian di dunia akibat virus corona masih sekitar satu persen.

"Angka kematian masih sekitar satu persen dari kasus di dunia, totalnya 600 juta orang yang terinfeksi tapi yang meninggal sekitar enam jutaan," katanya.

Di Indonesia sendiri, kasus positif terus menurun apalagi bila dibandingkan dengan jumlah kasus di masa gelombang Delta. Pasien yang membutuhkan perawatan di rumah sakit pun makin sedikit. 


Tetapi, banyaknya sub-sub varian COVID-19 membuktikan virus masih dapat bermutasi dan bersirkulasi di seluruh lingkungan manusia walau pergerakannya dapat diprediksi dan dikendalikan. 

Dia pun mengingatkan terdapat potensi lahirnya varian baru atau virus gabungan meski organisasi kesehatan dunia atau WHO menyatakan pandemi COVID-19 segera tuntas.

"Kita berharap pandemi segera usai. Tapi intinya, kita tetap harus mempersiapkan diri terhadap perubahan dari pandemi ke endemi," kata Amin. 

Menanggapi kesiapan Indonesia menuju fase endemi, Amin menyebut bangsa ini telah berusaha keras keluar dari pandemi sejak pertama kali virus itu ditemukan. Situasi berat ini diperparah dengan berbagai penyakit lain yang munculnya berbarengan dengan pandemi.

Walaupun pandemi COVID-19 dinyatakan berakhir, tetap terdapat kemungkinan patogen-patogen atau virus lain yang serupa Omicron muncul kembali ke permukaan bumi. Termasuk munculnya virus yang berasal dari hewan atau adanya penularan dari hewan ke manusia dan sebaliknya.

"Mungkin kasus COVID-19 sebetulnya tidak bertambah. Tapi ada kondisi-kondisi lain atau patogen-patogen lain yang terjadi bersamaan. Misalnya ada dengue, ada leptospira, ada legionella dan lain sebagainya," kata dia.

Meskipun temuan virus baru atau virus gabungan belum dilaporkan, setiap negara perlu mewaspadai kemunculan kasus sewaktu-waktu. Ada kemungkinan seseorang memiliki antibodi terhadap COVID-19 mengalami perburukan akibat gejala yang diderita berbeda dari gejala COVID-19.

Amin menerangkan bahwa hal itu memicu terjadinya infeksi berdampingan dengan mikroba lain yang menyebabkan kerusakan jaringan atau organ yang lebih parah.

"Jadi, kita tidak boleh berhenti, Saran selain untuk pemerintah, tentu untuk masyarakat tetap waspada kalau menghadapi kasus-kasus yang tidak biasa, sebaiknya harus segera dilaporkan," ucap Amin.

Artikel ini juga bisa Anda baca di Koran Info Indonesia edisi Kamis, 6 Oktober 2022.

Editor: Wahyu Sabda Kuncahyo