POLHUKAM

Kenaikan Kasus COVID-19 Belum Tentu Dipicu Subvarian XBB

Koordinator Tim Pakar dan Jubir Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito. (Antara/Hereloita Dharma Shanti)
Koordinator Tim Pakar dan Jubir Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito. (Antara/Hereloita Dharma Shanti)


JAKARTA - Satuan Tugas Penanganan COVID-19 menyatakan belum dapat dipastikan subvarian XBB menjadi penyebab utama dari adanya kenaikan kasus positif COVID-19 dalam kurun waktu sepekan terakhir.

"Belum bisa dikatakan varian baru ini (XBB) menjadi pemicu utama adanya tren peningkatan (kasus positif COVID-19). Untuk itu jangan menunggu untuk tahu penyebab pasti kenaikan kasusnya," kata Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito, dalam konferensi pers Perkembangan Penanganan COVID-19 di Jakarta, Kamis (10/11/2022).

Wiku membenarkan bahwa per tanggal 28 Oktober 2022, sebanyak 12 kasus dengan Subvarian XBB telah ditemukan oleh pemerintah.

Subvarian XBB sendiri masih termasuk dalam keluarga Varian Omicron dan merupakan rekombinan dari dua Subvarian Omicron. Di mana, menurut data Satgas hingga per 10 November 2022, sudah ada 37 negara yang melaporkan penemuan subvarian baru itu.

"Singapura, India dan Australia menjadi negara dengan varian XBB tertinggi. Kemudian gejala yang ditimbulkan dari COVID-19 Subvarian XBB ini mirip dengan gejala COVID-19 pada umumnya, mulai dari demam, batuk, kelelahan, nyeri otot, anosmia hingga diare," jelas Wiku.


Dengan kemampuan infeksinya yang sangat cepat, Wiku menekankan semua pihak untuk bekerja sama melakukan upaya pencegahan dibandingkan harus menunggu pemerintah mengumumkan secara pasti penyebab terjadinya kenaikan kasus dalam enam minggu terakhir.

Beberapa cara yang tidak berubah untuk dilakukan adalah memproteksi diri dengan vaksin booster serta memperkuat protokol kesehatan di setiap aktivitas. Jika tidak sedang enak badan diimbau untuk tetap berdiam di rumah, agar potensi penularan dapat dicegah termasuk menerapkan pola hidup bersih dan sehat.

Pemerintah sendiri sampai saat ini juga terus melakukan sero survei antibodi serta pelacakan melalui Whole Genome Sequencing (WGS) yang terus diperkuat untuk bisa mengidentifikasi kasus-kasus dengan varian baru yang ada di Indonesia.

"Adanya tren kenaikan hendaknya dapat menjadi pengingat bahwa COVID-19 masih ada dan kita tetap harus menjaga diri kita dengan protokol kesehatan. Sehingga potensi penularan menjadi berkurang dan jumlah kasus COVID-19 dapat kembali ditekan," ujar Wiku.

Dengan demikian, Wiku mengingatkan semua pihak untuk tidak menunggu pengumuman penyebab pasti dari lonjakan kasus untuk diumumkan. Lebih baik berfokus pada penerapan langkah pencegahan sampai ditingkat kabupaten/kota seperti penguatan protokol kesehatan dan mengikuti vaksinasi.

Dia pun turut meminta pemerintah daerah untuk memantau perkembangan kasus di wilayahnya masing-masing dengan seksama dan memperketat protokol kesehatan di tempat umum, supaya setiap kegiatan dapat berjalan dengan aman dan nyaman.

"Sedangkan kepada yang mengalami gejala COVID- 19 maupun kontak erat dengan pasien positif, mohon untuk segera testing seperti varian-varian dari COVID-19 lainnya yang telah masuk di Indonesia," pesan Wiku.

Satgas Penanganan COVID-19 mencatat bahwa angka kematian akibat Corona naik menjadi 232 kasus hanya dalam kurun waktu satu minggu terakhir.

"Perlu perhatian pada jumlah kematian pada sepekan terakhir yaitu sebanyak 232 kematian dibandingkan pekan-pekan sebelumnya," kata Wiku.

Wiku menyatakan, kasus kematian yang terus merangkak naik perlu dijadikan perhatian bersama karena jumlah kasus yang ditemukan itu melebihi banyak kasus sebelumnya yang berkisar antara 70 hingga 160 kasus.

Provinsi yang menjadi penyumbang kasus kematian terbanyak adalah Jawa Tengah yakni sebanyak 63 kematian dalam sepekan, diikuti Jawa Timur 26 kasus, DI Yogyakarta 20 kasus, DKI Jakarta 19 kasus dan Sulawesi Selatan 16 kasus kematian.

Wiku melihat hal tersebut merupakan imbas dari positivity rate per pekan, yang terus mengalami kenaikan dalam enam pekan terakhir. Per 6 November saja, angka positivity rate menyentuh 16,18 persen.

"Angka positivity rate dalam sepekan sebesar 16,18 persen ini, lebih tinggi jika dibandingkan dengan enam pekan sebelumnya yang hanya 5,92 persen," ujarnya.

Di sisi lain, angka keterisian tempat tidur di rumah sakit (BOR) pada tingkat nasional per 9 November 2022, sudah menyentuh 10,31 persen. Padahal pemerintah telah berupaya untuk menyediakan sebanyak 57.832 tempat tidur yang tersebar di seluruh rumah sakit.

"Perlu diingat bahwa adanya tren peningkatan dalam enam minggu terakhir, perlu ditangani lebih lanjut baik oleh pemerintah pusat maupun daerah utamanya di tingkat provinsi," ujar Wiku.

Meski demikian, laju penambahan pada pasien yang dinyatakan telah sembuh dari COVID-19 berhasil dipertahankan. Sehingga persentase kesembuhan menyentuh rata-rata 95 persen di sepanjang tahun 2022. Sementara kesembuhan di enam pekan terakhir dapat dipertahankan pada angka 97 persen.

Wiku menekankan walaupun angka kesembuhan jauh lebih tinggi dibandingkan kematian, semua pihak tidak dapat bersantai atau abai terhadap situasi pandemi COVID-19 yang masih terus memunculkan berbagai varian atau sub varian baru. Sebab hal tersebut dapat memperbesar potensi lonjakan kasus, yang juga dipicu oleh kembalinya aktivitas sosial dan ekonomi dalam masyarakat seperti sedia kala.

Dia mengingatkan protokol kesehatan yang rendah akan memicu kenaikan kasus karena saat ini tren mobilitas yang dilakukan masyarakat pun sudah mencapai hingga 29 persen untuk tempat rekreasi, berbelanja dan perkantoran.

"Adanya tren kenaikan hendaknya dapat menjadi pengingat bahwa COVID-19 masih ada. Kita harus menjaga diri kita dengan protokol kesehatan, agar berkegiatan menjadi aman dan nyaman," demikian Wiku.

Editor: Wahyu Sabda Kuncahyo