JAKARTA - Perum Bulog menyatakan ditugaskan untuk melakukan impor beras oleh negara untuk mengamankan stok beras yang saat ini di angka 594 ribu ton.
Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso, mengatakan, dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas), Bulog ditugaskan mengamankan stok beras untuk kebutuhan program Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH) atau operasi pasar guna intervensi harga, serta untuk kebutuhan kejadian luar biasa, seperti penanganan bencana atau bantuan sosial.
"Ini sudah ada keputusan Rakortas dan keputusan Rakortas itu semua menteri yang terkait sudah memberikan keputusan. Bulog itu hanya melaksanakan dari perintah, penugasan," kata pria yang akrab disapa Buwas di Gedung DPR Jakarta, Rabu (23/11/2022).
Buwas menyebut, keputusan dalam Rakortas mengamanatkan agar Bulog menyerap stok beras dalam negeri sebanyak 500 ribu ton yang disiapkan oleh Kementerian Pertanian, dan 500 ribu ton pengadaan dari luar negeri.
Namun, pengadaan beras dari dalam negeri tidak bisa dilakukan karena tidak tersedianya beras untuk dibeli oleh Bulog. Sehingga, saat ini Bulog baru mengamankan 500 ribu ton beras komersil dari luar negeri yang sewaktu-waktu bisa diimpor ke Indonesia.
Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, memaparkan, laporan dari Bulog yang tidak dapat menyerap beras sesuai dengan yang diinformasikan oleh Kementerian Pertanian karena tidak adanya pasokan di lapangan.
"Contoh laporan Pak Buwas, yang pertama PT Abadi Langgeng Gemilang Jember memiliki stok 7 ribu ton dari informasi kesiapan stok atau target sesuai data Kementerian Pertanian sebesar 100 ribu ton. Dari stok tersebut dibuatkan kontrak pengadaan 7 ribu ton untuk Bulog. Coba jelaskan sama saya, kalau masih ada stok 100 ribu ton pasti 100 ribu tonnya Pak Buwas ambil," kata Arief.
Selain itu juga terdapat ketidaksesuaian data yang dilaporkan oleh Kementerian Pertanian dengan fakta di lapangan. PT Pilar Menara Mas Malang dilaporkan oleh Bulog hanya memiliki stok 260 ton dari informasi yang disampaikan Kementerian Pertanian terdapat stok beras 20 ribu ton. Bulog tidak mengadakan kontrak pembelian beras tersebut.
Arief menegaskan bahwa saat ini stok Bulog sudah menipis dan bisa berpotensi berkurang menjadi 300 ribu ton, karena akan digunakan untuk operasi pasar pada satu setengah bulan ke depan.
Apabila stok semakin menipis, Arief mengatakan dampaknya akan berbahaya karena negara tidak memiliki cadangan pangan apabila terjadi suatu bencana.
Selain itu, harga beras akan melonjak naik karena tidak ada operasi pasar dari Bulog. Arief menekankan bahwa beras merupakan komoditas penyumbang inflasi pangan paling tinggi yang bisa berdampak pada inflasi nasional.
Solusi satu-satunya, Bulog harus melakukan top up atau penambahan stok beras dengan cara apapun, baik itu melalui penyerapan beras dalam negeri maupun dari luar negeri.
"Saya meyakini, kalau seperti ini kita harus top up stok Bulog. Kalau kita bicara ketersediaan, dari manapun top up stok Bulog. Saya tidak harus impor atau lokal, tapi saya lebih senang kalau beras petani Indonesia yang dibeli," katanya.
Video Terkait:
Buwas: Beras 2018 Saja Masih Sisa
Komentar