JAKARTA - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebut bangunan tahan gempa seharusnya dibangun di daerah rawan gempa untuk mitigasi gempa dalam meminimalkan risiko korban jiwa dan kerusakan.
"Di zona kegempaan tinggi, setiap bangunan harus didesain dan dibangun mengikuti kaidah bangunan tahan gempa," kata Pakar tsunami BRIN, Widjo Kongko, di Jakarta, Jumat (25/11/2022).
Widjo menuturkan, bangunan biasa yang tidak dirancang tahan gempa akan mudah roboh jika ada gempa. Bahkan, pada skala gempa yang tidak terlalu besar namun dangkal, seperti peristiwa gempa di Yogyakarta 2006 dan di Cianjur, Jawa Barat, pada 2022.
Widjo mengatakan, menurut hasil kajian atau riset, rumah rakyat di perkotaan atau pedesaan kebanyakan dibangun oleh tukang tanpa sertifikat dan tidak dirancang tahan gempa.
Sementara lebih dari 80 persen rumah di zona kegempaan tinggi adalah rumah rakyat. Sehingga berisiko sangat tinggi terkait dengan kegagalan struktur jika ada gempa.
Menurut Widjo, otoritas baik Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) serta instansi terkait perlu menitikberatkan program mitigasi bencana atau kesiapan sebelum bencana terjadi dan tidak hanya fokus pada tanggap darurat dan rehabilitasi-rekonstruksi.
Evaluasi terhadap rumah-rumah rakyat yang rentan dan tidak ramah terhadap gempa juga perlu secara rinci dipetakan dan dibuat program mitigasi, misalnya dengan retrofit atau penguatan bangunan.
Sementara bangunan yang akan dibangun atau pada proses rehabilitasi-rekonstruksi harus mengadopsi bangunan tahan gempa agar risiko terhadap gempa berikutnya menjadi berkurang.
Ia mengatakan program tersebut harus dilaksanakan melalui kerja sama dengan para pihak lainnya, seperti dinas tata ruang dan dinas pekerjaan umum.
Editor: Rusdiyono
Komentar