
JAKARTA - Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II menghasilkan delapan rekomendasi yang diserahkan kepada pemangku kepentingan untuk ditindaklanjuti dan diterapkan dengan berbagai kebijakan yang dapat melindungi hak-hak dan menciptakan keadilan bagi perempuan.
Ketua Panitia Pengarah KUPI II, Masruchah, berharap peserta kongres bisa membagi pengetahuan dan catatan-catatan rekomendasi untuk bisa disalurkan kepada keluarga, ruang sosial, dan ruang-ruang lain di mana mereka berada.
"Tugas kita semua bagian dari jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia adalah memastikan bagaimana pengetahuan yang didapat di sini dibagi di ruang-ruang di mana kita ada," kata Masruchah saat menutup kongres di Pondok Pesantren Hasyim Asy'ari, Jepara, Jawa Tengah, Sabtu (26/11/2022).
Kongres yang berlangsung pada 24-26 November 2022 itu dihadiri oleh para ulama perempuan dari 31 negara dan ratusan ulama perempuan dari berbagai daerah di Indonesia.
Adapun rekomendasi pertama menyatakan bahwa rekognisi eksistensi ulama perempuan telah diterima di kalangan masyarakat, pesantren, perguruan tinggi, pemerintahan, media, dan kalangan dunia internasional.
Oleh karena itu, negara dan masyarakat sipil perlu menjadikan ulama perempuan mitra kerja strategis dalam perumusan kebijakan dan pengelolaan isu-isu strategis bangsa, mulai dari tingkat pusat, daerah, hingga desa atau kelurahan.
Rekomendasi kedua memuat tentang kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan, termasuk perkosaan, menyebabkan perempuan tersudut oleh kehamilan, stigma, dan diskriminasi.
Dalam rekomendasi itu, ulama perempuan meminta negara untuk mengubah dan menyelaraskan regulasi yang berpihak pada keselamatan dan perlindungan jiwa perempuan dan menerapkannya dengan konsisten.
Negara juga harus mempercepat penyusunan dan implementasi berbagai kebijakan yang terkait kelompok rentan kekerasan, terutama peraturan pelaksanaan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.
Ulama perempuan juga memberikan rekomendasi terkait permasalahan sampah dan keberlangsungan lingkungan hidup, ekstremisme beragama, praktik pemaksaan perkawinan, hingga mendorong tumbuhnya gerakan ulama perempuan di berbagai komunitas lokal dunia.
KUPI juga menyerukan bahwa ekstremisme beragama telah terbukti berdampak langsung terhadap rusaknya kemaslahatan perempuan, seperti peningkatan kekerasan terhadap perempuan atas nama agama.
Mereka merekomendasikan agar negara melindungi seluruh warga negara, baik laki-laki dan perempuan, dari bahaya ekstremisme dengan memperkuat nilai-nilai moderasi beragama.
Rekomendasi kelima berisi tentang catatan praktik pemaksaan perkawinan dan perkawinan anak yang telah terbukti menyengsarakan pada keberlangsungan hidup perempuan dan peradaban. Ulama perempuan meminta negara agar memastikan implementasi regulasi-regulasi terkait untuk menghentikan praktik pemaksaan perkawinan dan perkawinan anak.
Rekomendasi keenam memuat tentang pemotongan dan pelukaan genetalia perempuan tanpa alasan medis yang terbukti memberikan dampak buruk bagi perempuan. Mereka meminta agar negara mengadopsi pandangan keagamaan yang melarang praktik pemotongan dan pelukaan genetalia pada perempuan tanpa alasan medis melalui pembuatan regulasi dan tahapan implementasinya.
Rekomendasi ketujuh berisi tentang solidaritas bagi masyarakat Muslim yang tertuang dalam butir rekomendasi keempat, khususnya kelompok perempuan di berbagai negara yang mengalami operasi kemanusiaan, terutama di Afghanistan, Iran, Myanmar, Turki, dan China (Uyghur).
Kemudian, rekomendasi terakhir mendorong tumbuhnya gerakan ulama perempuan di berbagai komunitas lokal dunia dengan berbekal pada pengalaman ulama perempuan sebagai inspirasi, di mana gerakan intra dan inter faiths, demokrasi, pelibatan laki-laki, dan keadilan lingkungan dilandaskan pada pengalaman dan pengetahuan perempuan.
Anggota DPD, Gusti Kanjeng Ratu Hemas, mengatakan pihaknya akan meneruskan rekomendasi itu kepada anggota parlemen lainnya untuk ditindaklanjuti menjadi kebijakan.
"Rekomendasi ini memang menjadi topik yang menggelisahkan kita semua, khususnya bagi masyarakat perempuan. Di sinilah tentunya harapan saya dukungan terhadap penyelenggaraan KUPI II menunjukkan hadirnya fatwa-fatwa keagamaan yang ramah kepada perempuan," kata Hemas.
Editor: Rusdiyono
Komentar