JAKARTA – Partai Masyumi menyebut Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) menciderai asas-asas pemilu. Apalagi, aturan yang berada di PKPU tidak selaras dengan Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum, contohnya penggunaan aplikasi Sistem Informasi Partai Politik (Sipol).
“Dalam PKPU tersebut mengatur sesuatu yang tidak ada landasannya dalam UU Pemilu. Hal ini sangat bertentangan dengan asas peraturan perundang-undangan yaitu lex superior derogate lex inferiori,” kata Ketua Umum Partai Masyumi, Ahmad Yani kepada wartawan di Jakarta, Rabu (7/12/2022).
Menurutnya, PKPU bukan produk legislasi, melainkan peraturan pelaksana dari Undang-Undang yang sudah ada. PKPU, kata Ahmad Yani, seharusnya tidak dijadikan sebagai norma dalam menjalankan suatu tahapan pemilu.
“Melainkan sebagai peraturan pelaksana dan diperintahkan oleh Undang-Undang yang lebih tinggi,” jelasnya.
Terkait dengan penggunaan Sipol sebagai instrumen pendaftaran partai politik yang tertuang dalam ketentuan Pasal 10 PKPU 4/2022 sangat bertentangan dengan Undang-Undang 7/2017 tentang Pemilihan Umum. Aturan penggunaan Sipol pun tidak tertuang dalam Undang-Undang Pemilu.
“Jelas membuat norma baru yang tidak perintahkan oleh UU Pemilu. Sementara KPU menjadikan sipol sebagai syarat mutlak untuk menerima pendaftaran partai politik peserta Pemilu 2024,” ungkapnya.
Maka dari itu, Partai Masyumi, mengajukan Permohonan Hak Uji Materil di Mahkamah Agung Republik Indonesia terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Pendaftaran, Verifikasi dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Ahmad Yani menyampaikan, pengujian ini bermaksud untuk membatalkan ketentuan dalam PKPU 4/2022 khusunya mengenai Pasal 10, pasal 14, Pasal 19, Pasal 22 ayat (1), (2), (3), Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 141.
“Partai Masyumi menganggap bahwa belakunya ketentuan Pasal-pasal PKPU itu telah merugikan hak konstitusionalnya untuk ikut menjadi peserta Pemilu 2024,” pungkasnya.
Editor: Akbar Budi Prasetya
Komentar