
JAKARTA - Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena memberikan penghargaan Satupena Awards 2022 kepada dua penulis Indonesia yang dianggap berdedikasi. Diantaranya adalah Musdah Mulia untuk kategori non-fiksi dan Eka Budianta untuk kategori fiksi.
Ketua Umum Satupena, Denny JA, mengatakan, penghargaan itu diberikan kepada para penulis berdedikasi tinggi yang menggerakan literasi dan menghidupkan Indonesia sebagai negara yang berbudaya.
Denny JA menyampaikan, dalam menetukan penerima penghargaan ini, Satupena melakukan proses seleksi secara ketat dan peniai serta penjurian secara berjenjang selama tiga bulan. Juri yang dilibatkan diantaranya para penulis dan pengurus Satupena dari Aceh hingga Papua.
Suara mereka ditampung dan diseleksi oleh enam koordinator Satupena dari enam pulau, koordinator Sumatra, Jawa, Bali-NTT, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua. “Mereka adalah Anwar Putra Bayu, Dhenok Kristianti, I Wayan Suyadnya, Hamri Manoppo, M Thobroni dan FX Purnomo,” jelas Denny JA dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (6/12/2022).
Dalam menentukan peraih penghargaan, dewan juri melakukan beberapa pertimbangan yang sangat ketat dan selektif. Sehingga, pada akhirnya diputuskan bahwa yang menerima penghargaan itu adalah Musdah Mulia dan Eka Budianta.
Denny JA mengungkapkan, sosok Musdah Mulia dipilih karena dedikasinya sebagai penulis buku yang mencerahkan untuk tema emansipasi wanita, dengan perspektif tafsir agama secara modern.
Musdah aktif juga di berbagai organisasi perempuan, dan juga organisasi profesi, seperti Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) dan Women Shura Council (Majelis Perempuan Ulama berpusat di New York). Dia bersama K.H Abdurrahman Wahid, Djohan Effendi dan sejumlah pemuka agama lainnya juga mendirikan ICRP (Indonesian Conference on Religions for Peace).
Musdah dikenal dengan karya-karyanya yang sangat vokal menyuarakan nilai-nilai kemanusiaan, prinsip keagamaan yang moderat dan cinta perdamaian, di antaranya adalah, “Muslimah Reformis: Perempuan Pembaru Keagamaan” (Mizan, 2005), “Perempuan dan Politik” (Gramedia, 2005), “Membangun Surga di Bumi: Kiat-Kiat Membina Keluarga Ideal dalam Islam” (Gramedia, 2011), “Mengupas Seksualitas” (Serambi, 2015), dan “Ensiklopedia Muslimah Reformis: Pokok-Pokok Pemikiran untuk Reinterpretasi dan Aksi” (Penerbit Baca, 2020).
Sementara itu, Eka Budianta karena dedikasinya di dunia sastra. Dia dianggap oleh para juri sangat paripurna. Dia menguasai teori kesastraan secara mendalam. Selain dikenal sebagai seorang penulis senior yang banyak menghasilkan karya sastra, utamanya puisi dan prosa, dia juga berperan serta menumbuhkan penyair serta penulis muda melalui Yayasan Pustaka Sastra yang dia dirikan bersama F. Rahardi.
Dia pun aktif menulis cerpen dan puisi sejak di bangku SMA, hingga saat ini, dia telah menulis lebih dari 40 buku, baik kumpulan puisi maupun cerpen.
Eka juga mendedikasikan hidupnya untuk dunia kepenulisan. Dia pernah menjadi wartawan majalah Tempo (1980-1983), koresponden koran Jepang Yomiuri Shimbun (1984-1986), dan menjadi kolumnis di majalah Trubus hingga sekarang. Dia juga tercatat pernah mengikuti Iowa Writers Program di Iowa, Amerika Serikat. Hingga saat ini, Eka masih aktif menulis di sejumlah media massa.
Bukunya yang berjudul “Cerita di Kebun Kopi” (Balai Pustaka, 1981) dinyatakan oleh pemerintah sebagai bacaan di sekolah, sedangkan buku “Sejuta Milyar Satu” dipilih sebagai bahan literatur tambahan dan mendapat penghargaan khusus dari Dewan Kesenian Jakarta tahun 1985.
Bahkan Prof. Dr. A Teeuw dalam bukunya Modern Indonesian Literature II (The Hague, 1979) pernah meramalkan bahwa nama Eka Budianta akan menjadi penulis besar dalam dekade 1980-an.
Denny JA menjelaskan, para penerima penghargaan tersebut akan mendapatkan hadiah berupa sertifikat dan uang tunai masing-masing senilai Rp35 juta rupiah. Penyerahan penghargaan akan dilaksanakan dalam acara Satupena Awards 2022 yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat ini.
Komentar