EKONOMI

Sri Mulyani Waspada Dua Risiko Pembiayaan Tahun Depan

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati. (BPMI Setpres)
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati. (BPMI Setpres)


JAKARTA - Kementerian keuangan bakal mewaspadai dua risiko pembiayaan pada 2023. Yakni cost of fund yang meningkat dan risiko dari nilai tukar di tengah tren kenaikan suku bunga acuan bank sentral dan penguatan dolar AS.

Kemenkeu akan menjaga jatuh tempo utang yang rata-rata masih di atas delapan tahun, sehingga pembiayaan negara masih cukup baik.

Pemerintah juga akan terus melakukan perhitungan terhadap potensi risiko yang terjadi di 2023, antara lain dengan menyiapkan Rp200 triliun dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa) sebagai bantalan pembiayaan.

“Kami juga upsizing pembiayaan yang tidak bergantung pada volatilitas market, seperti pinjaman bilateral dan multilateral. Itu jauh lebih aman dan kami akan maksimalkan,” kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dalam seminar Outlook Perekonomian Indonesia 2023 di Jakarta, Rabu (21/12/2022).

Pada 2023, pemerintah tidak akan melakukan burden sharing dengan Bank Indonesia karena Surat Keputusan Bersama (SKB) jilid III yang berlaku hanya sampai 31 Desember 2022.


“Di market di 2023 kita tetap oportunistik. Waktu itu, saat ada gejolak pada Juli lalu, kami tetap bisa issue bond global yang luar biasa dengan prize sangat kompetitif, yakni dengan suku bunga di bawah 1,5 persen,” ujar Sri Mulyani.

Kemenkeu juga akan memperdalam pasar surat berharga negara, terutama memperluas investor ritel yang saat ini didominasi atau 50 persen merupakan perempuan. Namun, investor Surat Berharga Negara (SBN) berupa pemuda di bawah 30 tahun, serta mahasiswa dan pelajar, juga makin bertumbuh.

“Kami semakin memperdalam basis investor ritel. Itu lebih menenangkan dibandingkan bond kita dipegang orang asing yang bisa melepasnya saat ada suatu isu,” ucapnya.

Editor: Rusdiyono