JAKARTA - Kontestansi Pemilihan Presiden (pilpres) 2024 semakin ketat, calon pemimpin disebutkan tidak hanya populer tapi juga filsuf seperti era Yunani Kuno. Hal tersebut ditegaskan Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Fahri Hamzah.
Menurutnya, jika pemimpin hanya sekedar populer saja dianggap banyak racunnya.
"Teknologi saat ini sangat mudah membuat seseorang menjadi populer. Sehingga orang populer itu identik dengan pemimpin, padahal banyak racunnya juga. Mereka hanya populer, tetapi enggak bisa memimpin," kata Fahri dalam keterangannya dikutip Senin (9/1/2023).
Dia menyebut, demokrasi Indonesia saat ini menghadapi dilema, karena orang-orang tidak bermutu lebih populer daripada orang bermutu.
Mereka tidak mempunyai pikiran-pikiran besar seperti Soekarno atau Bung Karno, tetapi kerjaanya hanya memanipulasi popularitas dengan memanfaatkan kemajuan teknologi agar bisa menang Pemilu.
"Ini ancaman serius, ini tantangan kita. Kita dipaksa menerima fakta bahwa orang-orang tidak bermutu lebih populer, daripada orang bermutu," tuturnya.
Untuk itu, kata dia, jika ingin menang di Pemilu diperlukan strategi khusus agar orang-orang tidak populer yang mempunyai pikiran dan gagasan besar bisa menjadi pemimpin.
"Untuk mengendalikan orang-orang tidak bermutu, kita perlu seorang filsuf seperti dalam demokrasi di Athena, Yunani. Penduduknya cuma puluhan ribu, tetapi para filsufnya mengatakan, bahwa yang memimpin negara itu harus filsuf," ujarnya.
Fahri mengatakan, para filsuf nantinya yang akan mengendalikan pikiran-pikiran besar dalam membangun peradaban Indonesia. Di mana, nantinya tidak hanya membangun infrastruktur fisik, tetapi juga infrastruktur pemikiran.
Sehingga pemikirannya tidak hanya dinikmati bangsa sendiri, tetapi juga masyarakat global. Ia pun mendorong Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta untuk maju sebagai presiden di Pilpres 2024.
"Makanya kami ingin filsuf kami, ketua umum kita (Anis Matta) menjadi presiden," pungkasnya.
Editor: IRMAYANI
Komentar