EKONOMI

Hadapi Tantangan Industri Perbankan Tahun Ini, BRI Siapkan Empat Strategi

Direktur Utama BRI, Sunarso. (Net)
Direktur Utama BRI, Sunarso. (Net)


JAKARTA – Industri perbankan diperkirakan akan menghadapi sejumlah tantangan, seperti resesi ekonomi yang terjadi di negara maju, perlambatan aktivitas ekonomi global, meningkatnya tensi geopolitik, disrupsi rantai pasok, tekanan inflasi yang masih tinggi, dan kembali meningkatnya kasus COVID-19 di Cina. 

Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), Sunarso, mengatakan, berdasarkan survei Bloomberg, probabilitas resesi ekonomi 2023 akan terjadi di beberapa negara di atas 20 persen, utamanya pada negara maju seperti Uni Eropa hingga 50 persen dan Amerika Serikat 40 persen. 

Namun, Sunarso menyebut, ada beberapa faktor pendukung industri perbankan Tanah Air, seperti peningkatan aktivitas bisnis dan ekonomi seiring pengendalian kasus COVID-19, serta harga komoditas yang mulai turun. Lalu, rating investasi Indonesia yang stabil dan positif, serta perpanjangan relaksasi restrukturisasi COVID-19 hingga 2024.

"Kami bangga bahwa Indonesia mampu mengelola ekonominya, mampu mengintegrasikan secara baik. Probabilitas resesi ekonomi Indonesia hanya 3 persen," kata Sunarso dalam webinar Tren Perbankan Tahun 2023, Selasa (17/1/2023).

Sunarso menuturkan, BRI telah menyiapkan empat matrik mitigasi risiko dan strategi dalam menghadapi inflasi, kenaikan suku bunga, dan perlambatan ekonomi. Pertama, skenario jika ekonomi pulih, namun inflasi naik dan kualitas pinjaman menurun. Jika skenario ini terjadi, hal yang harus dilakukan perbankan yaitu mempercepat proses penghapusan buku (write-offs) untuk recovery rate yang lebih tinggi. Selanjutnya, bank mempertahankan coverage ratio yang tinggi.


"Lalu, kami melakukan enhancment credit risk model dan Loan Portfolio Guideline (LPG) itu bisa kami atur ke moderat," ujarnya.

Selain itu, BRI akan melakukan pemantauan kualitas pinjaman secara intensif.

Kedua, skenario ekonomi mulai pulih, inflasi terkendali dan kualitas pinjaman membaik. Sunarso menyebut ada tiga strategi yaitu mempercepat proses write-offs untuk recovery rate yang lebih tinggi. Lalu, menurunkan coverage ratio. 

"Jadi, sudah boleh kita menurunkan cadangan karena situasinya baik semua, serta enchance risk-based pricing model untuk meningkatkan daya saing produk," terangnya.

Pada skenario ini, LPG lebih melonggar sebagai pedoman untuk strategi pertumbuhan.

Ketiga, ekonomi tetap stagnan, namun inflasi naik dan kualitas pinjaman memburuk. Menurutnya, skenario ini merupakan skenario terburuk. Dia mengatakan, yang bisa dilakukan perbankan yaitu tumbuh terbatas, kemudian pengaturan LPG yang sangat ketat. Lalu, mempertahankan coverage ratio di level yang lebih tinggi.

"Kemudian, kami lakukan monitoring kualitas pinjaman yang intensif, simulasi dan stess-test secara periodik dan berkesinambungan," jelasnya.

Keempat, ekonomi tetap tumbuh stagnan, inflasi terkendali, dan kualitass pinjaman membaik. Maka, ada tiga strategi respons yang disiapkan, yaitu tumbuh selektif dengan LPG diatur pada level moderat. Kemudian, mempertahankan coverage ratio yang tinggi, dan melakukan pemantauan kulitas pinjaman secara intensif serta melakukan simulasi dan stress-test secara berkesinambungan. 

Editor: Rusdiyono